It's Me

Name: Maryulis Max
Home: Padang, Sumatera Barat, Indonesia
About Me: Saya mencoba untuk menuliskan apa yang saya lihat, dengar dan rasakan. Insya Allah bermanfaat bagi kemanusiaan...
See my curiculum vitae
Komunitas Kampuang

Photobucket - Video and Image Hosting

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Ketik: sumbar dan kirim ke 7505, dari semua operator cellular di Indonesia. Dengan begini anda sudah menyumbang sebesar Rp. 6000.

Jejak Blogger

Free Web Counter

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Penghargaan

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Pernah Sato Sakaki

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Lomba Hut ke-3 Blogfam

Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 

61

Peserta Lomba Hari Kartini 2006

MyBlogLOG


Komen Terbaru


Banner Ambo

Maryulis Max Blog

 


28 April 2006
"Pelototi" TV Anda, FATIVI akan Segera Mengudara
Photobucket - Video and Image HostingBEBERAPA waktu ke depan, jagad pertelevisian Sumbar akan punya banyak pilihan. Menyusul akan mengudaranya beberapa stasiun lokal di daerah ini. Tercatat, sedikitnya sudah ada 4 televisi yang mendaftar ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumbar. Yaitu Padang TV, Minang TV, House Centre TV dan Favorit TV (Fativi). Khusus nama terakhir, justru akan cilok start dengan melakukan siaran percobaan pada akhir April ini.

Kepastian akan mengudaranya Fativi, diungkapkan Dirut PT Favorit Mitra Media Televisi, H Yendril BE didampingi Direktur Fativi, Ir Muhammad Dien dan Public Relation-nya, Herman Yulbet kepada pers, Rabu (26/4). Dikatakan Yendril, seluruh piranti perangkat siar yang didatangkan dari luar negeri, sudah siap untuk diujicobakan pemakaiannya melalui siaran percobaan. Fativi dapat "dipelototi" di channel 33 UHF yang mengudara dari Jalan Dr Sutomo No 125, Marapalam yang juga merupakan "markas" Radio Favorit FM.

"Kami akan tampil berbeda dengan televisi yang sudah duluan mengudara dan tidak pula mengekor kepada mereka. Segmen yang kami pilih, fokus kepada seni dan budaya yang 15% di antaranya berupa tayangan news dan live report. Karakter yang kami tampilkan tetap mengacu kepada adat basandi syara', syara' basandi kitabullah yang menjadi roh bagi semua tayangan kami," jelasnya.

Disebutkan Yendril, dengan fokus pada segmen seni dan budaya, pihaknya telah merancang sejumlah acara bekerjasama dengan sejumlah production house (PH) yang ada di Kota Padang. Seluruh tayangan, akan menampilkan local content baik itu berupa tayangan reality show, sinetron maupun tayangan lainnya.

Ditambahkan M Dien, sentuhan kedaerahan yang bersifat nasional, selama ini bisa dikatakan tidak pernah "diakomodir" dengan baik oleh sejumlah televisi nasional yang mengudara di Sumbar. "Apa yang tidak ditampilkan stasiun TV nasional tersebut, itulah yang akan kami tampilkan dengan memberikan nuansa kedaerahan yang cukup kental. Kami ingin Fativi ini dijadikan sebagai media kreativitas masyarakat Sumbar," ujarnya.

Untuk siaran percobaan nanti, ungkap M Dien, sementara akan bisa dinikmati hingga radius 10 km. Setelah itu, sekitar Mei atau Juni, Fativi baru resmi on air dengan jam tayangan --sementara-- minimal 8 jam sehari. "Siaran kami akan dapat dinikmati masyarakat yang berada di Kota Padang dan Padangpariaman," sebutnya.

Munculnya Fativi sebagai pemain pertama dalam jagad televisi Sumbar, diakui Yendril sangat mendadak. Idenya muncul pada Januari lalu yang ditindaklanjuti secara kilat dengan mengurus seluruh prasyarat yang ditentukan Depkominfo RI melalui KPID. Tidak hanya itu, pihaknya langsung berburu piranti siar hingga ke luar negeri. Sementara untuk sumberdaya manusia yang akan memperkuat dapur Fativi, manajemen PT Favorit Mitra Media Televisi akan segera melakukan rekruitmen pada awal Mei mendatang.

Menyangkut kelanjutan perjalanan stasiun TV ini di masa mendatang ---mengingat besarnya cost yang dikeluarkan--, Yendril optimis Fativi akan tetap bertahan dengan berharap pada banyaknya "kue iklan" yang akan masuk ke mereka. Namun pemasang iklan tentu tidak begitu saja memercayakan produknya ditayangkan, bila rating acara di televisi bersangkutan sama sekali tidak diminati pemirsanya.

"Karena itu, untuk langkah pertama supaya kami dipercaya pemasang iklan, kami akan menyuguhkan tayangan-tayangan berkualitas dan tampil beda, yang akan menghibur pemirsa di daerah ini. Dengan begitu, pemasang iklan tidak akan ragu untuk menayangkan iklannya di TV kami," tutur Yendril optimis.

Nah.., tunggu apalagi? Ayo "pelototi" TV anda, karena Fativi akan segera mengudara... (***)

Read more!
posted by Maryulis Max @ 10:28 AM   1 comments
21 April 2006
Lomba Foto dalam rangka Hari Kartini 06
Image hosting by Photobucket
Judul: "Dengan Gerobak, Kudorong
Masa Depanmu Wahai Kartini Kecilku"

Usai menunaikan tugasnya sebagai cleaning service Kantor Walikota Payakumbuh di Bukik Sibaluik, wanita ini kembali kepada peran domestiknya sebagai ibu rumah tangga. Inilah saatnya dia meluangkan waktu untuk bermain bersama si buah hati. Wahana bermainnya, gerobak yang biasa dipakai untuk membawa sampah ke TPS terdekat.

Image hosting by Photobucket
Judul: "Kartini Rebutan Rezeki"

EMANSIPASI di tempat sampah. RA Kartini mungkin tidak akan pernah membayangkan emansipasi yang diperjuangkannya berwujud lain di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Aie Dingin, Kota Padang. 70% pemulung yang ada di sana, didominasi oleh ibu rumah tangga.

Read more!
posted by Maryulis Max @ 7:42 AM   5 comments
20 April 2006
Ssttt...! Ada yang Baru dari Indosat
Image hosting by PhotobucketTerhitung 17 April 2006, PT Indosat Tbk punya kejutan bagi pelanggannya dan juga seluruh masyarakat Sumbar. Apa itu? Penyedia jasa telekomunikasi dan informasi terkemuka tersebut, kini hadir dengan format baru komunikasi guna membangun brand produk-produknya, yaitu mencantumkan tagline "punya indosat" di seluruh materi produknya itu. Selain itu? Ada sejumlah benefit (keuntungan/kelebihan-red) yang ditawarkan kepada pelanggan setianya.

Kejutan --atau tepatnya perubahan brand image-- Indosat ini, bukan hanya sebatas "pemberian label" kepada seluruh produknya, tapi juga diiringi spirit untuk tetap komit terhadap jaminan kualitas dan layanan serta beragam benefit yang dapat dinikmati pelanggan. Hal itulah yang ditegaskan Slamet Suparmaji, Kacab PT Indosat Sumbar-Bengkulu yang didampingi sejumlah stafnya seperti Yhon Emril (koordinator teknik), Nico Enjelit (koordinator customer service), Del Ikhsansyah (Ka Reps Bukittinggi) dan Yanita Friyanti (koordinator public relations) dalam press confrence "Punya Indosat Untuk Anda" yang digelar Selasa, 17 April 2006 di Hotel Bumiminang.

"Pemberian format komunikasi baru ini bertujuan untuk memudahkan pelanggan dan masyarakat dalam mengenali keragaman produk dan layanan Indosat secara lebih jelas, beserta benefit yang dapat dinikmati bila menjadi pelanggan Indosat," ujar Slamet.

Dengan adanya embel-embel "punya indosat" pada produk telekomunikasinya seperti Mentari, Matrix, IM3 dan StarOne, maka masyarakat awam pun akan mahfum bahwa produk itu bagian dari "keluarga besar" Indosat. Penegasan "punya indosat" di produk tersebut, cukup wajar, mengingat selama ini brand produk Indosat cenderung terkesan tampil secara mandiri, sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu bahwasannya itu salah satu produk dari Indosat.

"Di samping itu, tagline "punya indosat" dapat pula diartikan bahwa "Indosat milik pelanggan", karena semua produk yang kami sediakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi pelanggan. Di sisi lain tagline ini diharapkan dapat memotivasi seluruh jajaran karyawan Indosat untuk selalu mewujudkan komitmen memberikan kualitas yang terbaik bagi pelanggan," papar Slamet.

Disamping tampil dengan embel-embel baru "punya indosat", perusahaan ini juga memperkenalkan 4 icon menarik yang melambangkan beragam benefit dan fitur yang ditawarkan produknya dengan pengharapan dapat memberikan gambaran pesan yang ingin disampaikan secara jelas, langsung, komunikatif sekaligus unik.

Icon itu berupa gambar kelelawar yang melambangkan benefit gratis telepon 5 jam (free talk) dari Mentari sesama pemakai Mentari, Matrix dan IM3 untuk panggilan lokal maupun SLJJ di seluruh nusantara mulai 16 April lalu setiap pukul 00.00 WIB hingga 05.00 WIB. Untuk free talk ini, syaratnya pengguna Mentari harus mempunyai pulsa minimal senilai Rp 25.000. Kurang dari itu, akan dikenakan tarif off peak Rp 150/30 detik.

Icon berikutnya berupa telur --dalam bentuk telur mata sapi/ telur ceplok-- yang melambangkan zona semakin luas dan semakin murah, seiiring dengan diberlakukannya tarif lokal Mentari Rp 450/30 detik untuk percakapan ke PSTN (Public Switched Telephone Network) dalam zona yang sebelumnya dikenai tarif SLJJ. Selanjutnya ada icon bergambar not balok yang melambangan fitur (program layanan) I-Ring, yaitu nada sambung pribadi yang dapat diaktifkan oleh pengguna Matrix, Mentari dan IM3. Serta icon bibir untuk melambangkan fitur I-Say atau yang lebih dikenal dengan istilah voice SMS yang memungkinkan pelanggan mengirimkan pesan suara kepada nomor tujuannya.

"Dengan benefit-benefit yang ditawarkan, kami berharap pelanggan Indosat dapat memperoleh lebih banyak kemudahan dan keleluasaan dalam berkomunikasi. Dan pelanggan pun akan dimanjakan dengan benefit yang dapat langsung dinikmati dengan bergabung dalam Indosat Community. Komunitas Indosat ini berhak atas fasilitas istimewa berupa pemberian diskon di berbagai pusat perbelanjaan, tempat makan, lokasi hiburan dan tempat lainnya yang merupakan hasil kerjasama Indosat dengan pihak ketiga (merchants). Mereka juga dapat menikmati tarif percakapan yang lebih murah antar sesama pengguna produk Indosat," terang Slamet.

Guna mendukung seluruh benefit dan fitur-fitur ini, sebut Slamet, Indosat telah melakukan antara lain penambahan infrastruktur berupa BTS (Base Trancivier Station) secara konsisten yang hingga akhir 2005 lalu telah mencapai sekitar 5.702 BTS. Selain itu Indosat juga memiliki infrastruktur berupa jaringan fiber optic guna mendukung transmisi layanan-layanan lainnya.

Dengan layanan dan kualitas serupa itu, "Selamat kepada anda yang telah "punya --produk-- indosat"..."(***)

Tulisan ini telah dimuat di POSMETRO PADANG edisi Selasa, 18 April 2006.

Read more!
posted by Maryulis Max @ 9:26 AM   3 comments
11 April 2006
Penilaian Adipura Tahap II (2005-2006)
Image hosting by Photobucket
SELAMA seminggu, pada 6-12 Maret lalu, tim pemantau Adipura yang terdiri dari unsur Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sumatera, Bapedalda Sumbar, akademisi dan pers serta LSM melakukan pemantauan Adipura tahap II secara serentak di 13 kota se-Sumatera Barat. Penilaian kali ini, berkaitan dengan perebutan Adipura 2005-2006 yang akan diserahkan pada peringatan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni mendatang. Sebelumnya, penilaian tahap I telah dilakukan pada 27 September-2 Oktober 2005 lalu.



Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (1)
Kejar Adipura, Lingkungan Kota Dibenahi

Adapun 13 kota yang dipantau adalah Kota Padang untuk kategori kota besar, Kota Payakumbuh untuk kategori kota sedang, dan 11 kota kecil, yaitu Padangpanjang, Pariaman, Bukittinggi, Lubuk Sikaping, Lubuk Basung, Solok, Sawahlunto, Painan, Muaro Sijunjung, Batusangkar dan Simpang Ampek. Dari semua kota itu, 3 kota di antaranya adalah penerima Adipura 2005, yaitu Kota Padang, Solok, dan Padangpanjang.

Kabupaten/kota yang dipantau tersebut, harus memenuhi kriteria memiliki jumlah penduduk minimal 20 ribu jiwa dan terdapat fasilitas perkotaan yang akan dijadikan objek penilaian. Keikutsertaan mereka dalam penilaian Adipura ini, tak lagi bersifat sukarela, melainkan wajib pantau dan dibina pemerintah pusat serta pemerintah provinsi.

Pemantauan dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan, meliputi perumahan (perumahan menengah dan sederhana, serta --kalau ada-- perumahan pasang surut), sarana kota (jalan arteri dan kolektor, pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, Puskesmas, taman kota, hutan kota), sarana transportasi (terminal bus/Angkot, pelabuhan sungai dan terminal penumpang, stasiun kereta api), sarana kebersihan (TPA dan komposting), perairan terbuka (sungai/saluran terbuka/danau/situ) dan pantai wisata. Semua objek lokasi itu, berbeda-beda jumlah titik pantaunya pada masing-masing kota, tergantung pada kategori kota, peserta baru dan lama, serta pernah tidaknya mendapat Adipura.

Lantaran pemantauan kali ini adalah penilaian tahap II, maka wajar apabila seluruh kota membenahi kekurangan-kekurangannya yang ditemukan pada penilaian tahap I. Mereka berlomba-lomba mewujudkan kota bersih dan teduh (clean and green city) demi menggapai piala Adipura.

Drainase Bermasalah di Kota Solok

Dari pemantauan yang dilakukan Kelompok VI yang terdiri dari Usnadi SH, Suardi, dr Zulkarnaen Agoes MPH MSc dan M Arif Noviady ST di Kota Solok, kekurangan yang paling mendasar adalah kebersihan drainase. Kendati tidak semua drainase yang ditemukan jelek, tapi setidaknya kondisi drainase di titik pantau tertentu turut mempengaruhi nilai.

Seperti drainase di perumahan Nusa Indah banyak ditemukan gulma dan sedimen serta sedikit sampah di dalamnya. Berbeda halnya dengan Perumahan Pemda dan Perumahan PLN yang bisa dikatakan tidak ada masalah dengan drainasenya. Namun secara keseluruhan, untuk kebersihan lingkungan perumahan bisa dikatakan cukup baik. Cuma saja sebaran dan fungsi pohon peneduh patut ditambah guna menciptakan suasana teduh di masing-masing perumahan. Kalau pun tidak tersedia lahan, bisa diakali dengan menyemarakkan penghijauan di rumah-rumah warga.

Sementara di jalan arteri/protokol, seperti Jalan KH Ahmad Dahlan dan Jalan Sutan Pamuncak, di drainasenya juga ditemukan gulma dan sedimen. Sedangkan di Jalan Soekarno Hatta, Jalan Lubuk Sikarah dan Jalan Hamka, kondisi drainasenya tertutup, sehingga tidak dilakukan penilaian.

Di jalan kolektor seperti Jalan A Yani, Jalan KH Dewantoro, Jalan Proklamasi, Jalan Lasitarda, Jalan Tembok Raya, Jalan Bahar Hamid, Jalan Dt Perpatih Nan Sabatang dan Jalan Perwira, hanya ditemukan sedikit sampah, gulma dan sedimen di dalam drainasenya.

Kondisi drainase paling buruk, ditemukan di Pasar Raya Solok. Drainasenya dipenuhi sampah yang menyumbat, sehingga menyebabkan terjadinya genangan air dan berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk. Sedangkan di lingkungan pendidikan, drainase bermasalah hanya ditemukan di STAI.

Secara umum, drainase di titik pantau seperti kantor walikota, kantor BRI serta kantor Pajak Bumi dan Bangunan, SD 14 Laing, SMK 1, RSUD Kota Solok, Puskesmas KTK dan terminal Bareh Solok dinilai cukup dan sangat baik. Namun yang patut diperhatikan adalah kondisi bantaran Batang Lembang yang banyak ditemukan sampah berserakan. Termasuk sampah di badan air sungai itu serta di Batang Bingung.

Sedangkan secara keseluruhan, dari parameter penilaian di setiap kategori titik pantau, kondisi Kota Solok bisa dikatakan cukup baik. Maka wajar pada 2005 lalu, kota ini mendapat Adipura. Tapi apakah pada 2006 ini mereka akan mampu mempertahankan anugerah itu, patut ditunggu pada saat pengumuman nanti. (bersambung)

Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (2)
Kota Sawahlunto dan Muaro Sijunjuang Perlu Benahi TPA

DALAM pemantauan Adipura, penilaian terhadap tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sangat berperan besar dalam pemberian nilai. Pasalnya komponen dan sub komponen penilaiannya jauh lebih banyak ketimbang titik pantau lainnya.

Sedikitnya, ada 4 komponen yang dinilai yaitu prasarana dasar dan sarana penunjang, sarana pencegahan dan pengendalian pencemaran, kondisi lingkungan, serta operasional TPA. Ke-4 komponen itu terbagi pula atas sub komponen masing-masing, yang bila ditotal jumlahnya sebanyak 19 item plus penilaian untuk pengomposan. Maka jangan heran apabila sebuah kota yang mempunyai TPA cukup baik, dipastikan mendapat Adipura.

Di Kota Sawahlunto dan Muaro Sijunjung, kondisi TPA inilah yang menjadi persoalan utama. Karena hampir sebagian besar komponen dan sub komponen penilaian tidak terpenuhi. Namun begitu, dari penilaian Kelompok VI yang terdiri dari Usnadi SH, Suardi, dr Zulkarnaen Agoes MPH MSc dan M Arif Noviady ST, TPA Kayu Gadang di Kota Sawahlunto sedikit lebih baik ketimbang TPA Muaro Batuak di Kota Muaro Sijunjung.

Di TPA Kayu Gadang, jalan masuknya berupa tanah dan bebatuan yang banyak ditemukan lubang jalanan. Di sana tidak ada kantor pos jaga, pagar, garasi untuk alat berat, alat berat untuk operasional dan sistem pencatatan sampah. Juga tidak ada drainase, saluran lindi, sumur pantau dan penanganan gas. Ditemukan banyak lalat dan adanya pembakaran sampah di lokasi TPA. Di sini tidak ada pengaturan lahan, namun ada penimbunan dan penutupan sampah dengan tanah dalam rentang waktu tidak tertentu. Juga tidak ada pengomposan di TPA ini.

Sementara di TPA Muaro Batuak, persis sama dengan TPA Kayu Gadang. Cuma saja di sini tidak ada pengaturan lahan, penimbunan dan penutupan sampah dengan tanah. Bedanya, di TPA ini ada pos jaga, tapi sayangnya tidak pula terawat.

Untuk titik pantau lainnya, seperti Perumahan Lembah Sanur, Kompleks PLN Siang Balau, Perumahan Tanah Lapang di Kota Sawahlunto jauh lebih baik ketimbang Perumahan Wisma Indah Gambok, Kompleks Pemda, Perumnas Sarasah dan Kompleks Polri di Kota Muaro Sijunjung. Di perumahan Kota Muaro Sijunjung itu, pada umumnya masih banyak ditemukan gulma dan sedimen serta sedikit sampah di drainasenya, pohon peneduh dan penghijauan pun masih kurang. Bahkan di beberapa gang di Perumahan Wisma Indah Gambok, terlihat adanya pembuangan sampah pada jurang yang berada di sisi samping rumah warga.

Sedangkan untuk jalan arteri, Kota Muaro Sijunjung juga kalah jauh dibanding Kota Sawahlunto. Jalan M Yamin, Jalan Sudirman dan Jalan Adinegara, kebersihannya cukup baik, cuma saja pohon peneduh dan penghijauan masih kurang. Fisik trotoarnya pun tidak terawat, sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Berbeda halnya dengan jalan arteri di Kota Sawahlunto, yaitu Jalan Sudirman, Jalan Soekarno-Hatta, dan Jalan A Yani.

Demikian pula dengan jalan kolektor di Kota Sawahlunto, seperti Jalan Proklamasi, Jalan Kampung Teleng, Jalan Rumah Sakit dan Jalan Saringan kondisinya juga lebih baik dari Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Logas, Jalan M Syafei dan Jalan Rasuna Said di Muaro Sijunjung.

Sedangkan kondisi pasar di kedua kota ini, bisa dikatakan masih kurang kebersihannya. Terlebih lagi tidak adanya TPS di Pasar Sawahlunto, Pasar Silungkang dan Pasar Sijunjung yang menyebabkan sampah berserakan di lokasi pasar. (bersambung)


Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (3)
Lubuk Sikaping Harus Belajar ke Padangpanjang

SEBAGAI kota langganan penerima Adipura, Kota Padangpanjang pantas dijadikan contoh oleh Kota Lubuk Sikaping dan juga kota-kota lainnya di Sumbar. Komitmen Pemko Padangpanjang untuk menciptakan kota bersih dan teduh, membawa kota ini sebagai kota idaman. Kendati begitu, tentu saja masih ada kekurangan-kekurangan yang patut dibenahi. Begitu pula halnya dengan Lubuk Sikaping, jika ingin mendapat prestasi serupa Padangpanjang.

Dari pemantauan yang dilakukan Kelompok IV yang terdiri dari Yulianti MT, Rina Ariani SE, Dr Irsan Ryanto, serta saya sendiri di Lubuk Sikaping, secara umum kondisi lingkungan perkotaan cukup bagus. Di beberapa titik pantau, seperti Perumahan Pemda, Perumahan Polri dan Perumnas Tanjung Baringin, kebersihannya cukup baik. Tinggal lagi fungsi pohon peneduhnya terus ditingkatkan dengan melakukan pemeliharaan, mengingat sebarannya sudah sangat baik.

Sedangkan di jalan arteri dan kolektor, pohon peneduhnya pun cukup baik. Cuma di Jalan Agus Salim saja yang perlu dilakukan penambahan sebaran pohon peneduh, karena masih ada ruang untuk itu. Bahkan kalau boleh dikatakan, Jalan kolektor di Lubuk Sikaping seperti Jalan Diponegoro, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Rohana Kudus, Jalan Sam Ratulangi dan Jalan M Yamin, pohon peneduhnya jauh lebih baik ketimbang jalan kolektor di Padangpanjang.

Begitu juga dengan lokasi pertokoan Ruko Sudirman, perkantoran seperti kantor bupati Pasaman, kantor DPRD, Bank Nagari dan sekolah seperti SD 10, TK Bhayangkari, SMP I, SD 05, SMA I, serta taman Tugu Perjuangan, bisa dikatakan kondisinya sudah baik. Yang harus dibenahi adalah Pasar Lama Lubuk Sikaping, Pasar Benteng, Terminal Benteng, RSUD Lubuk Sikaping, Puskesmas Lubuk Sikaping, Taman Auditorium. Dan yang sangat penting adalah pembenahan operasional TPA Bukik Acek.

Khusus TPA, tidak ada salahnya Lubuk Sikaping mencontoh ke TPA Sungai Andok, Padangpanjang. TPA di Padangpanjang ini, bisa dikatakan TPA terbaik di Sumbar. Seluruh komponen dan subkomponen penilaian Adipura di lokasi ini, secara umum sangat bagus. Jalan ke lokasi TPA sangat baik, ada pos jaga yang mencatat besaran sampah yang masuk, ada garasi, alat berat, drainase, sumur pantau, penanganan gas, tidak ada pengasapan, pengaturan lahan dan penimbunan sampah secara berkala.

Sedangkan khusus perairan terbuka di Lubuk Sikaping, seperti Batang Baluka, Batang Mauah, Batang Panapa, Batang Anang, dan Batang Sumpu harus diakui jauh lebih baik ketimbang Batang Bakarek-karek dan Parik Rumpang di Padangpanjang. Perairan terbuka di Lubuk Sikaping, kondisinya masih asri, sampah hanya sedikit di badan dan bantaran air, kecuali di Batang Anang.

Untuk Kota Padangpanjang, sebagai penerima Adipura 2005, yang sangat perlu diperbaiki memang hanya perairan terbuka itu. Dan sedikit pembenahan untuk pengelolaan sampah medis dan incenerator yang belum efektif meski sudah ada di RSUD Padangpanjang. Termasuk penambahan penghijauan dan pohon peneduh di Puskesmas Koto Katik, peneduh di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan KH Ahmad Dahlan, penanganan sampah dan penghijauan di Pasar Baru, penghijauan di pertokoan Khatib Sulaiman dan Imam Bonjol, serta di terminal Pasar Baru dan terminal Kantin.

Selebihnya, Padangpanjang memang pantas mendapat Adipura dan pantas pula menjadi objek studi banding daerah lain untuk belajar menjadikan kota bersih dan hijau. (bersambung)

Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (4)
Simpang Ampek Mesti Berbenah

KOTA Simpang Ampek harus terus berbenah, jikalau memang berniat menciptakan kota bersih dan teduh sekaligus mendapatkan piala Adipura. Karena dari pemantauan yang dilakukan, masih banyak kondisi titik pantau yang belum mendapat penanganan yang baik.

Sebagaimana dilaporkan Kelompok V yang terdiri dari Irma Suriani SSos, Lindayati, Ir Neldi Armon MS dan Afrianingsih SP yang melakukan pemantauan ke kota tersebut, perhatian serius dari Pemkab setempat memang sangat diperlukan sekali. Di kota ini, bukan hanya segi kebersihan lingkungan saja yang patut diperhatikan, tapi juga penataan kota. Dari 26 titik pantau yang dinilai, yang paling menjadi perhatian di kota ini adalah belum adanya tempat pembuangan sampah akhir. Tanpa adanya sarana ini, maka sampah-sampah yang berasal dari lingkungan akan di buang pada tempat seadanya.

Mungkin ini juga yang menjadi penyebab jalan-jalan utama di kota ini masih terdapat sampah berserakan. Di Jalan KH Dewantara, Jalan Simpang Ampek Talu Kampung Pasir dan Jalan Aur Kuning Suka Menanti sampahnya masih berserakan, serta pohon peneduhnya masih belum memenuhi fungsi dan sebarannya. Demikian juga dengan kondisi drainase yang tak beraturan, sehingga tidak jelas apakah jalan tersebut memiliki drainase atau tidak.

Kondisi yang sama juga terjadi untuk lingkungan pasar. Di Pasar Padang Tujuh dan Pasar Simpang Empat sampah bertumpuk dan berserakan. Bahkan di pasar tersebut tidak terdapat tempat sampah yang memadai. Sedangkan untuk kondisi lingkungan sekolah, di SMA 1, SMP 1, SD 16, SD El Maarif sampah juga berserakan. Tapi di STIT YAPTIP cukup bersih dan pohon peneduhnya juga cukup. Sedangkan di SD 26, WC-nya kurang bersih, karena kurang terawat.

Bahkan yang menjadi sorotan, di RS Ibnu Sina dan RSUD Simpang Ampek, drainasenya tidak berfungsi, banyak terdapat sampah sehingga menyumbat. Dan di beberapa lokasi pelayanan kesehatan itu masih terdapat sampah berserakan. Untuk RS Ibnu Sina, mungkin hal ini disebabkan karena sedang dalam pembangunan. (bersambung)

Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (5)
Lubuk Basung Lebih Baik Dari Kota Pariaman

Pemkab Agam sepertinya sangat serius untuk membenahi Kota Lubuk Basung menjadi kota bersih dan teduh. Di sana-sini, telah dilakukan perbaikan untuk mengantarkan kota ini menjadi clean and green city. Kendati masih ditemukan sejumlah kekurangan, kondisi Kota Lubuk Basung bisa dikatakan jauh lebih baik ketimbang Kota Pariaman.

Sebagaimana dilaporkan Kelompok V yang terdiri dari Irma Suriani SSos, Lindayati, Ir Neldi Armon MS dan Afrianingsih SP yang melakukan pemantauan kedua kota tersebut, di Kota Lubuk Basung jalan utamanya, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Soekarno dan Jalan Sudirman hanya ditemukan sedikit sampah. Sedangkan untuk pohon peneduh boleh dikatakan telah memenuhi fungsi dan sebaran. Sementara lingkungan perumahan, seperti asrama Polri, Perumahan Pemda dan Perumahan Talago Permai penghijauannya cukup baik dan cukup bersih dari sampah. Di perumahan Talago Permai sudah terdapat pembuatan kompos yang berasal dari sampah rumah tangga.

Kawasan Pasar Lama dan Pasar Inpres Lubuk Basung cukup bersih walaupun masih terdapat beberapa sampah. Sedangkan penghijauan dan WC-nya cukup baik. Sementara sarana pendidikan di kota ini, SD 01 Balai Ahad, SMA 1, SMP 1, SDN 10 Sangir, SMP 3, SD 6, SMA 2 dan STIKES, sampah hanya sedikit dan pohon peneduh cukup baik. Namun kondisi WC di SMP 3 dan SD 6 cukup bau, walaupun berkesan bersih namun kurang terawat. Sedangkan Puskesmas Lubuk Basung dan RSUD juga bersih. Sayangnya untuk TPA, di kota ini masih belum memadai. Sebab meskipun telah terdapat TPA, namun sarana penunjang dan kelengkapan dari TPA itu sendiri perlu ditambah.

Sedangkan di Kota Pariaman, yang menjadi permasalahan juga karena tidak memadainya TPA. Kondisi TPA kurang terawat. Namun Pemko setempat kabarnya sedang mengupayakan untuk melakukan pemindahan TPA tersebut, lantaran jalan di sepanjang TPA tersebut akan menjadi jalan penghubung ke Bandara Internasional Minangkabau.

Untuk kondisi perumahan, perumahan Kampung Keling, Kampung Baru dan Asrama Polri masih terdapat sampah. Demikian juga di Jalan Syech Burhanuddin, Jalan Sudirman, Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro. Sementara Pasar Kuraitaji dan Pasar Pariaman perlu diberi pohon peneduh atau dilakukan penghijauan. Selain itu perlu ditambah tempat sampah, sehingga sampah tidak berserakan. Demikian juga drainase yang perlu diperhatikan, karena di beberapa tempat drainasenya tersumbat.

Di terminal, juga perlu ditambah pohon peneduh. Sementara itu di SMK 2, sarana kebersihan lingkungan sekolah dan WC perlu ditingkatkan. Untuk SMA1, SMK 2, SD 29, SMP 1 dan SD 17 pohon peneduh hanya ada di setengah lokasi. Sedangkan kawasan wisata Pantai Cermin cukup bersih dan penghijauan memadai. Namu perlu ditambah tempat sampahnya, karena jarak antar tempat sampah cukup jauh. (bersambung)

Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (6)
Adipura Bukittinggi Tersandung TPA

JIKA saja Kota Bukittinggi mempunyai TPA bukan di kawasan Panorama II, dipastikan pada 2005 lalu kota ini tidak sekedar mendapat Sertifikat Adipura, tapi justru Piala Adipura. Diperkirakan, langkah Bukittinggi mendapat penghargaan tertinggi di bidang kebersihan lingkungan tersebut, tersandung oleh penempatan lokasi TPA di kawasan ngarai tersebut.

Alasan utama mengapa TPA Panorama II itu menjadi batu sandungan bagi Bukittinggi adalah lokasi itu adalah kawasan wisata yang merupakan daerah patahan dan catchment area (daerah resapan air) dengan kemiringan 90 derajat yang sebenarnya patut dilindungi dan dilestarikan. Tapi oleh Pemko Bukittinggi, sampah dibuang begitu saja ke dalam jurang. Mereka membuang layaknya orang membuang sampah ke sungai.

Dari daerah ketinggian, sampah dijatuhkan ke dalam ngarai. Bisa dibayangkan, sebelum mendarat, sampah-sampah ringan beterbangan dan lalu "hinggap" di lokasi yang tidak semestinya. Sementara yang mendarat tepat di sasaran, semakin lama semakin menumpuk (karena tidak ada dilakukan perataan sebagaimana dilakukan di TPA lain).

Dampaknya, lama kelamaan tumpukan sampah ini menjadi polutan (pencemar) terbesar air bawah tanah. Tragisnya, di ngarai tersebut banyak mata air dan anak sungai yang mengalir terus ke hilir dengan membawa "cemaran" dari sampah itu.

Sementara dari sisi penilaian Adipura, kondisi TPA serba tak layak ini, membikin penilaian untuk seluruh kriteria di Kota Bukittinggi menjadi down (turun-red). Hampir seluruh kriteria untuk TPA dinilai sangat jelek oleh tim dengan range nilai 30-45. Seperti tidak adanya pagar TPA --wajar, karena memang Panorama II itu sebenarnya bukanlah TPA--, tidak ada alat berat dan garasinya, tidak ada drainase, tidak ada lindi yang keluar karena langsung meresap ke dalam tanah, tidak tersedia sumur pantau/monitoring, tidak ada fasilitas penanganan gas metan, banyak lalat, ada asap, sampah terbuka di seluruh permukaan lahan pembuangan, tidak ada pengaturan lahan atas zona, blok dan sel, pembuangan sampah di sembarang tempat, dan sebagainya.

Seandainya Pemko Bukittingi memindahkan lokasi TPA-nya ini, dengan menerapkan dengan baik komponen dan sub komponen penilaian Adipura di TPA baru itu, dipastikan kota wisata tersebut Adipura. Apa pasal? Karena untuk lokasi titik pantau lainnya di kota itu, bisa dikatakan sudah bagus, bersih dan teduh. Mulai dari kawasan perumahannya, jalan arteri dan kolektor, perkantoran, kawasan pendidikan, rumah sakit dan Puskesmas, dan bahkan pasar sekalipun bisa dikatakan baik.

Paling yang perlu dilakukan pembenahan adalah WC pasar, penanganan sampah pasar, sampah di Batang Agam dan Batang Tambuo, penghijauan kawasan pertokoan, serta memperhatikan kondisi fisik SMP 3 dan SMP 4 yang sangat memprihatinkan. Dengan begitu, warga Bukittinggi tinggal menjemput Adipura untuk kategori kota kecil datang ke kotanya. (bersambung)


Dari Pemantauan II Adipura di Sumbar (7/habis)
Pemko Payakumbuh Serius Incar Adipura

PADA penilaian Adipura Tahap I, Kota Payakumbuh berhasil memperoleh nilai 69,06 atau kurang 0,94 lagi untuk mendapat angka 70. Entah ada kaitannya dengan perolehan nilai tersebut atau tidak, tapi yang pasti Pemko Payakumbuh nampak serius membenahi kotanya. Mereka --tentu saja-- berharap piala Adipura menjadi prestasi lanjutan setelah sebelumnya mendapat penghargaan Kota Sehat.


Saking seriusnya, Pemko Payakumbuh rela "meninggalkan" TPA Kubu Gadang dan membangun TPA baru di Ampangan. Sebuah keputusan berani untuk menunjukkan bahwa mereka komit menciptakan kota bersih dan teduh yang diidamkan setiap warganya.

Sayangnya, kendati TPA Ampangan jauh lebih baik ketimbang TPA Kubu Gadang, namun lokasi baru itu masih diliputi kekurangan di sana-sini. Di antaranya belum ada pos jaga sehingga tidak ada pencatatan terhadap sampah yang masuk, tidak ada pagar dan drainase, ditemukannya lindi yang tidak diolah dengan baik, sumur pantau yang belum berfungsi sebagaimana layaknya, tidak ada penanganan gas, ada asap terus menerus --karena sampahnya sengaja dibakar, tidak ada pengaturan lahan atas zona, blok dan sel, penimbunan sampah dilakukan di sembarang tempat dan penutupan sampah dengan tanah tidak dilakukan secara rutin.

Selain TPA, hampir sebagian besar titik pantau di kota ini, bisa dikatakan sudah cukup baik. Paling yang menjadi ganjalan dan harus terus dibenahi adalah sampah, drainase dan pohon peneduh serta penghijauan di kawasan Pasar Payakumbuh dan Pasar Ibuh, terminal Sago dan terminal Pasa Kabau.

Sedangkan untuk perumahan seperti Perumahan Kodim, Taman Mutiara dan Padang Lebar, kebersihan dan keteduhannya sudah cukup baik. Begitu juga dengan jalan arteri seperti Jalan Soekarno-Hatta dan Jalan Sudirman, serta jalan kolektor seperti Jalan Rasuna Said, Jalan Pahlawan, Jalan Ade Irma Suryani dan Jalan M Yamin. Serta perkantoran seperti Balaikota Bukik Sibaluik, kantor BRI dan PN Payakumbuh, juga sudah baik.

Untuk titik pantau sekolah yang dipantau Kelompok IV yang terdiri dari Yulianti MT, Rina Ariani SE, Dr Irsan Ryanto serta saya sendiri, yang menjadi masalah adalah kondisi WC di SMP 1, SD 11 Padang Kaduduk, SD 02 dan SMA II, cukup bau. Sementara di SMP 9, TK Raudhatul Jannah, SMA I, SMP 8, SMK I dan Ponpes Ma'had Islamy cukup baik. Secara umum, kondisi lingkungan di semua lembaga pendidikan itu bisa dikatakan sudah baik. Demikian juga dengan RSUD Adnaan WD, RS Ibnu Sina, Puskesmas Tiakar dan Puskesmas Ibuh. Cuma yang perlu diperhatikan adalah keseriusan untuk memisahkan limbah medis.

Demikianlah kondisi yang dipantau tim penilai Adipura untuk Tahap II. Apakah Kota Payakumbuh dan kota-kota lainnya bakal mendapat Adipura? Semua itu tergantung pada kalkulasi nilai yang kini sedang disusun tim Kementerian Lingkungan Hidup RI. Tapi bukan berarti kota yang tidak dapat Adipura nanti, harus bersurut langkah mengelola kotanya menjadi bersih dan teduh. Kegagalan mendapatkan Adipura harus dijadikan sebagai cambuk untuk menjadi yang terbaik. (***)

Khusus penilaian Kota Padang dan Batusangkar, lihat laporan Padang Ekspres.

Read more!
posted by Maryulis Max @ 8:09 AM   1 comments
05 April 2006
Tarif Air PDAM Naik
Image hosting by Photobucket

Rakyat Indonesia boleh bernafas lega menyusul urungnya kenaikan TDL. Tapi di tingkat lokal, warga kota Padang --khususnya pelanggan PDAM-- justru menderita. Pasalnya, PDAM Kota Padang secara resmi memberlakukan kenaikan tarif air per 1 Maret 2006 untuk tagihan bulan Februari.

Besaran kenaikan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota Padang No 20 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005 adalah 20% dari harga pokok terendah. Dulu harga pokok terendah tarif air PDAM untuk pemakaian 0-10 m3 sebesar Rp 800 m3. Kini, tarif itu meningkat menjadi Rp 960 m3.

”Kenaikan tarif 20% itu, juga berlaku untuk seluruh golongan/kelompok pelanggan. Mulai dari Kelompok I (Sosial), Kelompok II (Rumah Tangga), Kelompok III (Instansi Pemerintah), Kelompok IV (Niaga) hingga Kelompok V (khusus Pelabuhan Laut dan Sungai serta Bandar Udara Internasional),” ungkap Dirut PDAM Kota Padang, Ir Azhar Latif sembari menyebutkan kebijakan penyesuaian tarif air PDAM ini terpaksa dilakukan pasca naiknya tarif BBM pada 1 Oktober 2005 lalu. Kenaikan BBM itu membuat cost produksi air bersih PDAM ikut melonjak.

Kebijakan menaikkan tarif air ini, mendapat sorotan tajam dari pelanggannya. Pasalnya, dengan tarif yang ada sebelumnya saja, pelanggan masih merasa dirugikan karena buruknya pelayanan dan kualitas air PDAM tersebut. Mereka mengeluhkan aliran air yang tidak berjalan normal dan biaya tagihan yang kadang tidak sesuai dengan banyaknya air yang mereka gunakan.

Dan kekhawatiran mereka itu terbukti. Seorang warga yang tinggal di Komplek Wisma Indah V Tabing, telah melayangkan surat pengaduan kepada Komisi A DPRD Kota Padang. Dalam surat tersebut, dia mempertanyakan kenapa dirinya bisa membayar hingga 5 kali lipat. Padahal, yang dia tahu kenaikan tarif air itu hanyalah 20% saja.

Hayani Syaf anggota masyarakat yang berkirim surat itu, melampirkan print out pembayaran tagihan PDAM miliknya selama tahun 2005 hingga Februari 2006. Di situ terlihat, pada bulan Desember tagihannya hanyalah sebesar Rp 45.800. Sedangkan untuk bulan Januari, tagihan mencapai Rp 225.800. Kemudian tagihan bulan Februari mencapai Rp 208.600.

Belum lagi, keluhan warga lainnya. Seperti warga Kelurahan Sawahan, Kecamatan Padang Timur yang malah menyebutkan kenaikan itu mencapai 200%. Bahkan mereka mengungkit-ungkit bahwa PDAM tidak pernah menyosialisasikan kenaikan item-item lainnya selain hanya tarif air. Padahal PDAM juga menaikkan biaya meter sebesar 50%, kenaikan administrasi 50%, dan juga harga dasar air yang bervariasi seperti Rp 1.200/m3, Rp 1.600/m3, Rp 1.800/m3 dan Rp 2.400/m3. Tarif itu hanya berlaku dalam pemakaian air dari 0-10 m3. Sedangkan tarif 11-20 m3 meningkat menjadi Rp 1.600/m3, Rp 1.800/m3, Rp 2.400/m3 dan Rp 3.000 m3. Dan untuk pemakaian air 21-30 m3 berlipat lagi menjadi Rp 3.000/m3, Rp 4.200/m3 dan Rp 5.400/m3. Semua harga itu untuk kelompok rumah tangga.

"Padahal di dalam UU 1945 Bab XIV Pasal 33 Ayat 3 telah tertuang; Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi bukan untuk mencekik dan menyengsarakan rakyat atau untuk berbuat kesewenang-wenangan...," tukas mereka.

Lantas apa sikap DPRD Padang atas keluhan konstituennya itu? Secara hukum, mereka tidak bisa berbuat banyak lantaran kebijakan menaikkan tarif air itu sesuai dengan PP 16/2005 Pasal 60 Angka (6) yang menyebutkan tarif jasa pelayanan yang diselenggarakan BUMD ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan usulan direksi setelah disetujui oleh dewan pengawas. DPRD memang tidak punya peran di sini.

Namun wakil rakyat itu melihat ada celah kesalahan dalam PP tersebut. Yaitu pada Pasal 60 Angka (8) yang menyebutkan “pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif, ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam negeri”. Hingga sekarang, dewan belum melihat ataupun membaca tentang adanya peraturan teknis Mendagri tentang hal yang diatur dalam Pasal 60 (8) ini.

“Seharusnya, pedoman teknis tentang tata cara kenaikan tarif harus telah ada terlebih dahulu. Setelah itu, baru tarif air bisa diusulkan untuk dinaikkan,” jelas Ketua DPRD Padang, Hadison SSi Apt yang juga anggota Fraksi PKS ini.

Maka muncullah wacana untuk mengajukan judicial review atas PP yang merupakan penjabaran dari UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tersebut. Kini wacana itu --masih-- tinggal wacana, karena belum ada politicall will dewan ke arah sana.

Satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini, menurut penulis, adalah membatalkan kenaikan tarif air itu. Dengan mengedepankan dan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini, memang tidak tepat dan tidak pantas menaikkan tarif apa pun. Karena efek domino pasti bakal mengikutinya dan yang sengsara tetap saja masyarakat, bukan pemerintah!!!. (***)


Read more!
posted by Maryulis Max @ 7:33 AM   0 comments
01 April 2006
Buoy TEWS Tiba di Padang
Image hosting by PhotobucketSELASA (28/03/2006) lalu, Buoy TEWS (Tsunami Early Warning System/alat pendeteksi dini gempa dan tsunami) yang ditemukan terapung-apung di perairan dangkal Pulau Tanahmasa, Tanjung Batu Wawa, tak jauh dari pulau Pini, Sumut akhirnya sampai di Padang lewat jalan darat. Alat itu, "diinapkan" di gudang Dinas Pekerjaan Umum Sumbar di Padang Baru.

Buoy Tews yang terbuat dari besi baja bercat atas kuning memiliki berat sekitar 4 ton ini, dibawa oleh tronton bernopol BA 9480 AF yang berangkat dari Sibolga sehari sebelumnya (Senin) sekitar pukul 19.00 WIB. Alat pendeteksi gempa dini tercanggih itu tidak mengalami kerusakan yang fatal, karena hanya kabel penghubung frekwensi yang berada di dasar yang rusak. Guna perbaikannya, direncanakan tim pakar dari Jerman akan didatangkan bersam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) RI. Tim diperkirakan akan menghabiskan waktu sekitar minggu untuk memperbaikinya.

"Tim dari Jerman direncanakan akan datang Jumat ini (31/03/2006). Mereka nanti akan melakukan perbaikan terhadap kabel-kabel yang terletak pada bagian dasar sebagai alat monitor dari dasar permukaan laut," sebut anggota BPPT Pusat, Wahyu Widodo Pandoe.

Ketika ditemukan bagian bawah Buoy ini dililit jaring nelayan. Jaring itu diperkirakan membalut Buoy --yang memiliki panjang sekitar 7,5 meter dan berdiameter sekitar 2,5 meter serta berat 4 ton itu-- saat alat itu terseret arus bermil-mil hingga ditemukan kembali.

Saat ditanya dugaan dicuri oleh para pelaku tindakan kejahatan, Wahyu membantah. Dugaan itu bisa-bisa saja terjadi. Tapi setelah dikoordinasikan dengan TNI Angkatan Laut khususnya pihak Lanal Teluk Bayur dan Sibolga, tidak ada tanda-tanda dicuri orang. Alat seberat 4 ton yang dirantai hingga ke dasar laut itu, digoyang gelombang hebat di samudera lepas. Hebatnya daya kekuatan gelombang, Buoy terhempas naik turun seiring dengan kuatnya gelombang, sehingga mematahkan salah satu penyangga rantai baja dan terlepas bersamaan dengan kuatnya gelombang tadi. (ped)

Read more!
posted by Maryulis Max @ 8:42 AM   2 comments
Blog Valdisya
Photobucket - Video and Image Hosting

Singgah ke My Baby Blog Klik disini Ngeliat Foto Disya Klik Ini

Tulisan Sebelumnya
Brankas Arsip
Singkap Blog
Mitra Blog

Free Blogger Templates

BLOGGER

BlogFam Community

Free Shoutbox Technology Pioneer

Photobucket

Image hosting by Photobucket

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Linda

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket


Photobucket

AddThis Social Bookmark Button

Sedang Dibaca

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Lihat koleksi buku saya disini

Asal Pengunjung

Copyright © Kumpulan Tulisan & Pemikiran | Editor - Maryulis Max | Disain : Yonaldi