It's Me

Name: Maryulis Max
Home: Padang, Sumatera Barat, Indonesia
About Me: Saya mencoba untuk menuliskan apa yang saya lihat, dengar dan rasakan. Insya Allah bermanfaat bagi kemanusiaan...
See my curiculum vitae
Komunitas Kampuang

Photobucket - Video and Image Hosting

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Ketik: sumbar dan kirim ke 7505, dari semua operator cellular di Indonesia. Dengan begini anda sudah menyumbang sebesar Rp. 6000.

Jejak Blogger

Free Web Counter

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Penghargaan

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Pernah Sato Sakaki

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Lomba Hut ke-3 Blogfam

Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 

61

Peserta Lomba Hari Kartini 2006

MyBlogLOG


Komen Terbaru


Banner Ambo

Maryulis Max Blog

 


20 October 2006
Minal Aidin Wal Faidzin
Photobucket - Video and Image Hosting

Read more!
posted by Maryulis Max @ 2:05 PM   3 comments
17 October 2006
Cerpen Lama
Photobucket - Video and Image Hosting

LUKA LEBARAN

"Aku harus pulang !"
Kata-kata tersebut terus terpatri di benakku sejak beberapa hari belakangan ini. Bukan kenapa, sudah hampir lima tahun, aku tidak lagi menginjakkan kakiku di kampung halamanku, tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Tempat dimana abak dan amakku beserta delapan orang adikku mengisi dan menjalani hidup yang semakin keras.

Semula tidak ada niatku untuk pulang kembali ke kampungku itu. Karena sejak lima tahun lalu hingga kini, impian yang mengantarku sendirian di kota ini belum juga terwujudkan. Kini dengan keadaanku yang tak lebih dari seorang pecundang yang kalah berperang dalam mengais rezeki di negeri orang, aku terus didorong oleh keinginanku itu.

Ya..., aku harus pulang.

Namun sudah seminggu sejak pertama kali keinginan itu mengisi relung hatiku, kebimbangan kembali menyeruak dalam hatiku. Aku takut. Takut orang-orang sekampung akan menertawaiku yang terlalu idealis untuk merubah nasib di negeri orang, namun perubahan itu sendiri nyaris tiada tampak pada sosokku. Justru tubuh ini yang semakin kurus ketimbang dulu sebelum aku meninggalkan kampungku.

Aku juga takut kepada kedua orang tuaku. Karena sulungnya yang sangat mereka harapkan akan membawa perubahan pada nasib keluarga, ternyata tak lebih dari seorang anak yang masih butuh sokongan tangan-tangan rapuh mereka.

Aku juga takut pada tatapan memelas adik-adikku yang tentunya berharap banyak padaku untuk bisa memberi mereka sesuatu yang berharga. Sesuatu yang juga menjadi impian teman-teman sebaya mereka di kampung, yaitu baju baru yang kini menjadi simbol bahwa keluarganya mampu.

Dalam kebimbanganku, waktu terus berjalan. Lebaran tinggal lima hari lagi. Sementara aku masih saja sibuk berkutat dengan ketidakpastian-ketidakpastian semacam ini. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak pulang saja pada lebaran kali ini. Sama halnya dengan lebaran-lebaran sebelumnya.

Egoku ternyata masih meraja. Ketimbang aku malu karena tak mampu menjadi apa-apa sebagaimana pernah aku lontarkan ke abak dan amakku, kepada adik-adikku, kepada orang kampungku, lebih baik ku urungkan saja niat untuk mudik ini. Itu lebih baik daripada keluargaku harus menahan malu karena gunjingan muncung-muncung kaum kampung terhadap diriku. Biarlah aku tetap disini. Toh, tak akan ada yang menertawaiku. Dan tidak ada pula yang akan peduli dengan nasibku. Nasib seorang pemuda kampung yang dikangkangi kaki-kaki kekar manusia kota. Nasib pemuda tanggung yang rela melakukan apa saja, asal bisa makan dan bertahan hidup dalam keangkuhan kota besar ini.

Pilihanku ini ternyata berbuah buruk. Hampir setiap malam menjelang sahur, mimpi-mimpi menakutkan terus menghiasi tidurku yang tak pernah lelap. Mimpi wajah-wajah menyeringai yang menatap sinis ke arahku. Wajah-wajah yang sama-sama kuhapal siapa pemiliknya, yaitu abak, amak dan adik-adikku, serta orang-orang kampungku. Menakutkan, karena mereka terus menertawaiku diiringi celoteh-celoteh yang tidak jelas vokal dan konsonannya. Bergemuruh, riuh rendah...

Dan gemuruh itu kini melanda hatiku, seiring dengan gemuruh yang menimpa kampung halamanku yang kini tinggal puing-puing akibat dihantam banjir bandang disertai longsor yang meluruhkan bukit-bukit angkuh yang menjajari perkampungan kecil itu. Perkampungan yang wajahnya kukenali satu-persatu, yaitu abak, amak, dan adik-adikku, serta orang-orang kampung yang kini diam karena telah lelah menertawaiku. (***)

Padang, 24 Nov 2002, jelang Lebaran 1423 H


 


Read more!
posted by Maryulis Max @ 11:09 PM   4 comments
04 October 2006
Byar Pet, Listrik Kok Padam?
Photobucket - Video and Image Hosting

BEBERAPA hari ini dan sejak beberapa waktu lalu, warga Kota Padang dan Sumbar pada umumnya kembali mendapat "jatah" tak mengenakkan, seiring keluarnya kebijakan PT PLN Wilayah Sumbar untuk melakukan pemadaman bergilir. Dampaknya, tidak hanya memunculkan carut marut, warga pun dirugikan secara ekonomis lantaran alat eletroniknya rusak ataupun pariuk bareh-nya tak dapat berjalan akibat ketergantungan listrik.

Fenomena listrik byar pet, bukanlah fenomena baru yang dialami warga daerah ini, maupun rakyat Indonesia secara keseluruhan. Pemadaman bergilir, sudah menjadi tradisi tatkala debit air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Singkarak, PLTA Maninjau PLTA Batang Agam atau PLTA Koto Panjang di Riau sana, tidak lagi memenuhi elevasi yang ditentukan.

Itu ditambah pula bila ada kerusakan teknis pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pauh Limo, serta beberapa pembangkit listrik lainnya yang tersebar di beberapa daerah. Maka gelap gulita di malam hari, maupun terganggunya aktivitas di siang hari, menjadi santapan sehari-hari ketika pemadaman harus dilakukan PLN.

Tidak banyak yang tahu, apa alasan PLN melakukan pemadaman. Paling banter, mereka hanya tahu listrik dipadamkan karena air danau menyusut atau ada kerusakan jaringan listrik di suatu tempat. Itu patut dimengerti karena minimnya sosialisasi yang dilakukan perusahaan sentrum negara ini, terutama kepada masyarakat awam. Padahal hampir setiap tahun --terutama tibanya musim kemarau--, dipastikan ada pemadaman bergilir.

Untuk kasus menyusutnya elevasi air PLTA, sebagaimana diungkapkan, Deputi Manajer Komunikasi PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Barat, Yusman Rajo Mudo kepada beberapa media beberapa waktu lalu, didasari pada tinggi permukaan air sumber PLTA. Misalnya, bila ketinggian air mencapai 360,80 Mdpl, turbin PLTA Singkarak sudah tidak bisa digunakan. Begitu juga di Danau Maninjau yang batas kritisnya 462,00 Mdpl. Kurang dari itu, dipastikan tidak akan bisa lagi diproduksi energi listrik.

Sudahlah begitu, kemampuan pembangkit saat ini tidak pula bisa optimal. Seperti PLTA Singkarak yang memiliki kapasitas terpasang 4 x 43 megawatt (172 MW), kemampuan normalnya hanya 160 MW dan saat ini hanya menghasilkan sekitar 90 MW. Demikian juga PLTA Maninjau dengan kapasitas terpasang 4 x 17 megawatt (68 MW), kini hanya menghasilkan 30 MW dari normalnya 50 MW. Tidak jauh berbeda, hal serupa juga terjadi pada PLTA Batang Agam yang memiliki kapasitas terpasang 2 x 5 megawatt (10 MW) saat ini cuma menghasilkan energi listrik sebesar 4 MW.

Kondisi memiriskan ini, memaksa kita berhemat untuk memakai listrik. Sampai-sampai saking kritisnya persoalan itu, Gubernur Sumbar, H Gamawan Fauzi SH MM sempat mencanangkan gerakan hemat listrik di Sumatera Barat pada 10 September 2005. Gerakan itu pengejawantahan dari Inpres No 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi yang dikeluarkan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juli 2005.

Ketika itu, memang terjadi penghematan yang cukup signifikan, terutama pada instansi pemerintah. Namun seiring waktu berlalu, gerakan hemat listrik ini tinggal sejarah. Pola konsumsi listrik berlebihan dan tidak berdaya guna, kembali menjadi kebiasaan di mana-mana. Di gedung pemerintahan sekalipun, itu hanya tinggal sebatas imbauan di atas kertas yang ditempel di dinding-dinding kantor. Di sana, lampu dibiarkan tetap menyala --bahkan disengaja untuk dihidupkan-- kendati cahaya mentari sudah cukup memberi terang pada tiap ruang.

Contoh paling aktual ketidakpatuhan hemat listrik, bisa kita saksikan pada perayaan HUT RI ke-61 lalu. Di kantor-kantor pemerintah --bahkan kantor gubernur sekalipun-- terlihat kerlap-kerlip lampu hias yang katanya sebagai penyemarak perayaan hari kemerdekaan. Atau dapat pula kita saksikan, betapa banyak kini billboard berlampu milik pemasang iklan yang terpasang di jalan utama Kota Padang. Kendati jumlah daya yang dipakai tidak banyak betul, namun tetap saja memicu meningkatnya kebutuhan listrik yang harus dipasok PLN, karena jumlah lampu hias maupun billboard itu tidak hanya satu atau dua unit. Jumlahnya ratusan bahkan sampai ribuan!

Kita tidak mungkin kelewat berharap dengan gerakan hemat listrik. Karena pola budaya dan kebiasaan yang tidak mendukung untuk itu. Yang patut dilakukan saat ini adalah mencarai sumber energi listrik alternatif untuk melepas keterkungkungan terhadap pasokan listrik dari PLTA ataupun pembangkit lain yang ada saat ini. Itu jauh lebih bermanfaat, kendati harus mengorbankan dana yang cukup besar untuk memulainya.

Banyak sumber energi listrik yang bisa digarap, bila melihat potensi alam yang ada di Kota Padang maupun di Sumbar. Contohnya, pemanfaatan cahaya matahari sebagai tenaga listrik, sudah sepatutnya dicoba. Di samping sumbernya tidak terbatas --hanya tergantung iklim dan cuaca--, energi ini tidak perlu dibeli. Paling perangkatnya yang harus disediakan.

Pemanfaatan tenaga surya ini, kita patut belajar ke Kota Nairobi, Kenya yang ada di Afrika sana. Sebagai negara yang tingkat kemakmurannya jauh lebih miskin ketimbang Indonesia, mereka mampu memanfaatkan keterbatasan sumberdaya alamnya dengan memanfaatkan matahari sebagai sumber energi listrik. Kenapa kita tidak bisa? Mahal memang, tapi murah untuk ketersediaannya.

Selain itu, ada lagi sumber energi listrik yang bisa dimanfaatkan Sumbar yaitu gelombang laut. Sebagai daerah yang mempunyai garis pantai sepanjang 375 km dari ujung Kabupaten Pasaman di utara hingga ujung Kabupaten Pesisir Selatan di sebelah selatan, laut adalah potensi energi terpendam yang belum digarap maksimal. Konon kabarnya, dulu pernah diretas pembuatan pembangkit listrik dengan memanfaatkan gelombang laut oleh anak nagari di Sumbar ini. Hasilnya, pembangkit listrik sederhana itu hanya sebatas mendapat penghargaan dari pemerintah, sementara tindak lanjut untuk membuatnya dalam skala besar tak pernah dilakukan pihak berkompeten. Padahal sumber energi laut ini selalu ada dan tidak pula menimbulkan polusi. Kenapa tidak ini yang coba untuk digarap maksimal?

Potensi yang tak kalah besar dan sangat murah meriah adalah sampah. Sebagai penghasil sampah yang cukup besar, Kota Padang saja bisa membikin pembangkit listrik untuk konsumsi warga kotanya. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) bukanlah barang asing lagi. Di beberapa kota di Indonesia, telah diretas upaya pembikinan PLTS ini. Bahkan Padang pun yang walikotanya pernah melihat langsung PLTS di Rotterdam, Belanda saat kunjungannya ke beberapa negara di Eropa pada akhir Maret 2006 lalu, sempat mewacanakan untuk bekerjasama dengan PT Global Waste Manajemen Indonesia (PT GWMI) dalam mengolah sampah. Tapi kerjasama ini tidak pernah terealisasi hingga kini dan belum pula jelas apakah PT GWMI itu akan membangun PLTS atau hanya sebatas mengolah sampah doang.

Matahari, laut dan sampah adalah sumberdaya yang tak terbatas milik daerah ini. Kenapa potensi-potensi itu yang tidak dicoba digarap PT PLN atau pihak swasta lainnya. Bisa saja pola kerjasamanya, PLN diwajibkan membeli energi yang dihasilkan swasta dari matahari, laut dan sampah itu, atau PLN sendiri yang mencoba untuk mengelolanya. Dengan begitu, keterkungkungan kita yang kelewat berharap banyak pada PLTA dan pembangkit listrik lainnya, bisa diatasi dengan adanya sumber energi alternatif tersebut. (***)

nb: tulisan ini untuk diperlombakan dalam Lomba Karya Tulis Hemat Listrik yang diadakan YLKI Sumbar.

 


Read more!
posted by Maryulis Max @ 10:43 PM   3 comments
Blog Valdisya
Photobucket - Video and Image Hosting

Singgah ke My Baby Blog Klik disini Ngeliat Foto Disya Klik Ini

Tulisan Sebelumnya
Brankas Arsip
Singkap Blog
Mitra Blog

Free Blogger Templates

BLOGGER

BlogFam Community

Free Shoutbox Technology Pioneer

Photobucket

Image hosting by Photobucket

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Linda

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket


Photobucket

AddThis Social Bookmark Button

Sedang Dibaca

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Lihat koleksi buku saya disini

Asal Pengunjung

Copyright © Kumpulan Tulisan & Pemikiran | Editor - Maryulis Max | Disain : Yonaldi