It's Me

Name: Maryulis Max
Home: Padang, Sumatera Barat, Indonesia
About Me: Saya mencoba untuk menuliskan apa yang saya lihat, dengar dan rasakan. Insya Allah bermanfaat bagi kemanusiaan...
See my curiculum vitae
Komunitas Kampuang

Photobucket - Video and Image Hosting

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Ketik: sumbar dan kirim ke 7505, dari semua operator cellular di Indonesia. Dengan begini anda sudah menyumbang sebesar Rp. 6000.

Jejak Blogger

Free Web Counter

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Penghargaan

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Pernah Sato Sakaki

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Lomba Hut ke-3 Blogfam

Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 

61

Peserta Lomba Hari Kartini 2006

MyBlogLOG


Komen Terbaru


Banner Ambo

Maryulis Max Blog

 


23 July 2007
Dana (untuk) BOS
Photo Sharing and Video Hosting at PhotobucketSIAPA pun pasti pengen jadi bos, termasuk saya. Di samping tugasnya terkadang tidak begitu bejibun dan bisa ngatur-ngatur sesuai mau, gajinya pun lebih banyak ketimbang orang yang diatur. Belum lagi kalau ada dana siluman yang bisa diaman-amankan untuk keamanan 7 turunan, maka jangan heran kalau semua pada rebutan jadi bos.

Tapi sayangnya, kebanyakan kita adalah orang kere. Dari ratusan juta warga Indonesia saat ini, paling banter hanya 10% yang jadi bos. Mulai dari bos kecil, bos menengah hingga big boss. Dan kepada mereka hidup ditopangkan agar hidup tetap hidup.

Di tengah begitu beratnya beban hidup yang dihimpit ratusan kebutuhan yang tak semuanya bisa diwujud, maka muncullah sejumlah program dari big boss (pemerintah yang bertugas memerintah seperti halnya bos) guna membantu terpenuhinya hajat orang banyak, terutama kaum kere seperti kita-kita semua. Mulai dari program subsidi kesehatan, perumahan, hingga pendidikan.

Khusus untuk pendidikan, salah satu program yang diluncurkan adalah dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang merupakan dana kompensasi dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) yang bergulir sejak Maret 2005 lalu. Prinsip dari dana BOS ini adalah dibebaskannya siswa miskin dari segala pungutan, dan sebagai subsidi bagi dana pendidikan murid. Tapi apa yang terjadi?

Sebagaimana dilansir Dinas Pendidikan Sumbar saat menyosialisasikan dana BOS ini di koran-koran, disebutkan bahwa penggunaan dana BOS ini diutamakan untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa; biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang. Ini baru point pertama dari 13 point soal penggunaan dana BOS itu. Kenyataannya?

Realitas terkini, saat penerimaan siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu, sekolah justru berlomba-lomba melakukan pungutan kepada calon siswa. Semakin tinggi pungutan, semakin mempertegas sekolah itu bonafid. Karena yang jadi siswanya adalah orang-orang yang rela dipungut setinggi-tinginya oleh sekolah. Kalau orang kere, terpaksa mundur teratur.

Baru akan bersekolah saja, sudah ada kewajiban untuk membayar uang pendaftaran, uang seragam, uang bangku, uang pembangunan, uang praktek, uang komputer dan uang-uang lainnya. Tentu kita bertanya-tanya, dikemanakan dana BOS yang telah dikucurkan untuk sekolah-sekolah itu?

Padahal, uang pendaftaran sudah ditanggung BOS. Uang pembangunan juga dianggarkan dalam BOS. Apakah tiap tahun sekolah selalu membangun? Apa yang dibangun? Paling banter hanya renovasi kecil-kecilan atau biaya perawatan rutin semacam pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mobiler, perbaikan sanitasi sekolah, dan perawatan fasilitas lainnya yang kesemuanya itu ditanggung BOS. Kalau pun benar-benar membangun, biasanya sudah ada pula donatur dari pihak alumni dan hamba Allah yang namanya tak mau disebutkan. Atau kalau pihak sekolah gigih dan beruntung, masih ada pula dana block grant.

Buku? Untuk buku pun ditanggung BOS. Tak hanya dari BOS, malah adapula buku gratis yang dianggarkan dalam APBD seperti yang dilakukan Kota Padang. Tapi, kok masih saja ada guru-guru yang nyuruh beli buku ini-buku itu?

Dengan contoh kecil itu saja, jelas bejibun pertanyaan dan dugaan yang bisa dialamatkan atas penggunaan dana BOS itu. Apakah dana tersebut benar-benar untuk BOS (bantuan operasional sekolah) atau hanya untuk si bos (kepala sekolah dan jajaran-jajarannya yang merasa juga jadi bos)? Wallahualam.

Maka jangan heran baru-baru ini Indonesian Corruption Watch (ICW) membikin pernyataan bahwa pengelolaan dana BOS sarat dengan praktek korupsi karena tingginya kekuasaan dan monopoli kepala sekolah serta rendahnya transparansi pengelolaan terhadap dana bantuan itu. Pernyataan yang disampaikan anggota Komisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan dalam rapat dengar pendapat dengan Panitia Ad Hoc III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 11 Juli lalu itu, bukan asal cuap. Pernyataan ini lahir dari hasil riset yang mereka lakukan terhadap sejumlah sekolah di Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kota Bau-bau, Kota Makasar, Kota Manado, Kota Banjarmasin, Kota Jakarta, Kabupaten Garut, Kabupaten Tangerang, dan Kota Padang.

Nah, lho... Emang enak jadi bos!!! (***)

Read more!
posted by Maryulis Max @ 11:25 AM   6 comments
17 July 2007
AMLS 2007 "Sounds of Change"
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

DAHSYAT! Beruntunglah bagi kamu yang menjadi saksi sejarah bagi pergelaran musik terakbar di Indonesia, A Mild Live Soundrenaline (AMLS) 2007 bertajuk Sounds of Change yang dihelat di Kota Padang sebagai helat pembuka dari 4 kota lainnya. Sejarah baru kembali tertoreh, setelah dulu pada AMLS 2004 bertema Make Music Not War juga membukukan sejarah di kota ini.

Dahaga akan suguhan musik berkualitas dari artis dan band papan atas, akhirnya tuntas, tass.., tass... Dijamin tak ada satupun dari soundrenaliners (penonton AMLS —kalau boleh saya istilahkan begitu) yang kecewa atas festival musik yang berkiblat ke Woodstock dan Baby Days Out ini. Tontonan langka tahunan yang dihelat sejak 2002 ini, sungguh spektakuler dan fantastis. Maka wajar ada yang selalu menunggu kotanya ditunjuk sebagai lokasi pergelaran yang tiap tahun memang selalu berubah. Dan Padang, menjadi kota paling beruntung untuk kedua kalinya.

Dibuka mulai siang garang menghajar Padang, 3 panggung raksasa; A Mild Stage, Simpati Stage dan Talent Stage, sudah mulai bergoyang dihajar penampilan 21 artis papan atas Indonesia dan mancanegara serta band-band lokal potensial yang mulai mengorbit di jagad musik Indonesia. A Mild Stage yang menjadi panggung utama di utara landasan terbang (runway) Lanud Tabiang yang dipilih sebagai lokasi konser, menandai sejarah itu ditorehkan. Penampilan apik Tora Sudiro dan Lia Ananta sebagai MC, mampu memancing reaksi para soundrenaliners untuk mulai menyaksikan rangkaian penampilan artis-artis yang manggung secara bergantian di A Mild Stage dan Simpati Stage yang didirikan di sisi timur venue pertunjukan AMLS ini.

Dan band D’Masiv cukup beruntung pula tampil sebagai band pembuka. Band asal Jakarta yang menjadi pemenang A Mild Live Contest 2007 itu, cukup mampu membangun atensi penonton melalui tembang pembuka “Welcome to the Black Parade” yang lumayan garang. Tanpa ba-bi-bu, grup yang digawangi Wahyu (drummer), Rama (gitar), Ryan (vokal), Ray (bass) dan Kiki (gitar) ini, langsung menghentak ke lagu kedua “Playboy Tobat”. Barulah pada tembang ketiga, band beraliran pop rock ini mencoba membangun komunikasi dengan para soundrenaliners yang terus berdatangan ke arena konser. Nomor melankolis “Tak Bisa Hidup Tanpamu”, cukup mendapat atensi para penonton yang datang berpasangan di siang garang itu. Di bawah lindungan payung yang dibawa masing-masing dari rumah, penonton cewek dan para dua sejoli mulai anteng mengikuti permainan D’Masiv ini. Sayangnya, band ini hanya punya jatah 4 lagu untuk tampil di panggung raksasa berukuran 18 x 12 m itu. Sebagai lagu penutup, theme song “Sounds of Change” dibawakan Ryan dengan baik, meski tak
“sehalus” versi aslinya.

Usai D’Masiv, penonton langsung digiring ke panggung Simpati Stage yang berjarak sekitar 300-an meter dari panggung A Mild Stage. Grup band Meteor manggung di sana dengan membawakan 3 lagu mereka dari dua album yang telah mereka rilis, “Orbit Cinta” (Februari 2006) dan “Disisiku Bintang” (September 2006). Di antaranya lagu “Disisiku Bintang”, “Katakan” dan “Pilih Aku”.

Usai penampilan mereka, penonton kembali digiring ke panggung A Mild Stage. Di situ sudah pula menunggu grup The Rain. Sebagian penonton yang merasa kepanasan, mulai mengalihkan perhatian dengan mencoba sejumlah arena permainan yang disediakan panitia seperti Eurobungy, Giant Obstacles, Billiard Zone, atau ada juga yang melirik-lirik barang bagus yang dijual di stand Fundrenaline seperti merchandise dalam bentuk kaos, mug, selempang, tas, dan sebagainya. Yang “kelaparan”, menyantap makan siang di tenda food court yang disediakan panitia. Yang “kegemasan” dengan idola masing-masing, berupaya mendapatkan “jatah” untuk meet and greet dengan artis pujaannya. Atau sekedar motret-motret sang idola yang tengah melenggang di red carpet. Gambar hanya bisa diambil dari pagar pembatas. Meski hanya bermodal HP kamera atau camera digital, mereka cukup antusias bisa mengambil gambar sang artis yang selama ini hanya bisa dilihat di layar televisi.

Tanpa jeda, usai penampilan The Rain, giliran panggung Simpati Stage yang berguncang. Kali ini ada band Garasi yang manggung di sana. Penonton langsung menyemut. Selain kegarangan musik rock elektronik yang diusung Garasi, penyebab lain adalah keberadaan Ayu Ratna sebagai vokalis band itu. Soundrenaliners tercengang, ternyata cewek cakep itu gape juga mengocok gitar elektrik yang disandangnya. Benar-benar membius. Penampilan Ayu pun cukup berbeda dari biasanya. Dia mengenakan t-shirt putih yang menutupi kaos hitam panjang lengan plus rok pendek kotak-kotak ala Skotlandia. Fresh! Biasanya dia identik dengan pakaian hitam-hitam seperti yang biasa dipakai sohibnya Fedi Nuril (gitar) dan Aries Budiman (drum).

Band yang mencuat melalui film Garasi, dan kemudian memutuskan tekad untuk berkecimpung penuh di dunia musik Indonesia ini, tampil membawakan lagu “Bukan”, “DKAD” dan tembang baru yang bakal dirilis di album keduanya nanti berjudul “Lelah”. Di nomor penutup “Hilang”, penonton yang berjubel di depan panggung, ikutan menyumbang koor untuk lagu hits grup tersebut. Benar-benar membius!

Berturut-turut setelah Garasi, tampil J-Rocks, Tere, Club 80’s, secara bergantian di A Mild Stage dan Simpati Stage. Saat giliran Element, penonton kembali menyemut di Simpati Stage. Yang diincar, tentu saja Didi sang drummer yang ganteng dan jadi idola kaum cewek. Band berpersonilkan Ferdi (vokal), Adhit (gitar), Arya (gitar), Ibank (bas) dan Didi serta dibantu Mario sebagai backing vocal itu, dari 6 lagu yang diterakan di song list, hanya membawakan 5 lagu. “Kupersembahkan Nirwana”, “Rahasia Hati”, “Cinta tak Bersyarat” dibawakan berturut-turut. Setelah itu, penonton disuguhkan sesuatu yang berbeda. Yup.., Element mengusung sebuah tembang baru beraroma dangdut yang dikasih judul “Pacar Tanpa Tandingan”. Bayangin..., cowok-cowok itu pada bergoyang terpatah-patah mengikuti beat-beat dangdut yang yahud punya.

Sebagai tembang penutup, Didi didaulat para soundrenaliners untuk melantunkan suara emasnya. Maka mengalunlah intro lagu Bento milik Iwan Fals. Ekspresif. Tempo musiknya pun diperpanjang yang nyaris ke luar dari pakem lagu asli Bento itu. Bahkan menguar pula aroma cengkok ala Axl Rose di lagu I Don’t Care yang termuat di album "The Spaghetti Incident". Benar-benar bikin puas!

Bosan dengan pop rock yang disuguhkan band-band terdulu, telinga soundrenaliners langsung dihentak musik hard core yang diusung band asal Austria, Last Warning. Meski hampir seluruh lagunya tidak begitu diakrabi penonton, namun beat-beat cepat dan gocekan gitar ala speed metal, membikin para cowok metal cukup kepanasan. Mereka terpukau dan terpancing untuk sekedar headbanger mengikuti irama Last Warning yang berbau Sepultura ini. Setelah 8 lagu diusung Last Warning di A Mild Stage, suasana langsung coolling down saat Ello tampil di Simpati Stage dan Ari Lasso serta Audy.

Audy yang juga pernah tampil di AMLS Make Music Not War 2004 di GOR H Agus Salim, sebenarnya cukup memukau. Cuma saja, gayanya tidak jauh berbeda dengan AMLS terdahulu. Senja yang mulai menghadang, ditutup dengan penampilan Dewa 19. Karena keterbatasan waktu, Dewa yang diplot mengusung 8 nomor, hanya menghibur penonton dengan 6 tembang hits mereka. “Pangeran Cinta”, “I Want To Break Free”, “Lelaki Pencemburu”, “Sedang Ingin Bercinta”, “Bukan Rahasia” dan “Laskar Cinta”. Kurang klimaks, karena Dewa termasuk band yang ditunggu-tunggu.

Usai break Maghrib, pagelaran AMLS semakin spektakuler. Pasalnya lighting berkekuatan 400 ribu watt baru terasa berguna dengan sorotan-sorotan lampu warna-warni yang wara-wiri di sepanjang venue pertunjukan. Jadilah Lanud Tabiang malam itu bermandikan beragam cahaya. Semakin malam, para penonton semakin membludak, terlebih lagi malam itu memang dijadwalkan penampilan band-band kondang negeri ini. Diperkirakan ratusan ribu penonton menjubeli lokasi. Dan syukurnya, sama sekali tak terjadi kegaduhan yang mengarah kepada tindak anarkis dan sebagainya.

Usai jeda Maghrib itu, berturut-turut tampil Saw Loser dari Singapura, Nidji, Ada Band, Ungu, Seuries, dan Slank. Inilah puncak pesta musik ini. Nidji yang lagi naik daun plus Ungu yang tengah melambung tinggi, mendapat apresiasi penuh dari pecintanya. Permainan duo grup baru ini, betul-betul bikin puas penggemar masing-masing. Maka jangan heran, di akhir AMLS 2007 ini, media board menetapkan 2 grup ini bersama Slank menjadi band terbaik yang mampu menyuarakan tema Sounds of Change di Kota Padang.

Tapi tetap saja, penampilan Slank sebagai band penutup menjadi icon sebenarnya dari AMLS. “Pujangga Potlot” yang diawaki Kaka (vokal), Bimbim (drummer), Abdee (gitar), Ridho (gitar), dan Ivanka (bass) ini, benar-benar membawa aura positif bagi Slankers dan soundrenaliners untuk mengubah hidup mereka melalui kampanye dan lagu Slank untuk mengatakan tidak kepada narkoba. Dan mereka tak sekedar menyuarakan itu, tapi juga melakukannya untuk lepas dari keterpurukan akibat narkoba.

Sebagai ajang musik tahunan, tema Sounds of Change yang diusung A Mild bersama Deteksi Production tidak hanya menyuarakan soal perubahan, tapi dalam bermusik pun, para artis yang tampil juga membawa perubahan. Lihat saja, musik dangdut yang dianggap marjinal, justru mulai dilirik sebagai sounds-sounds baru oleh band-band rock. Seperti yang dilakukan Element yang mengusung “Pacar Tanpa Tandingan” yang dangdut banget dipolesi sedikit rock progressive. Atau Dewa 19 melalui lagu “Sedang Ingin Bercinta” yang ada sedikit sentuhan dangdut. Yang paling terasa benar adalah lagu “Orkes Sakit Hati” milik Slank yang menjadi penutup seluruh perhelatan akbar ini. Lagu yang termuat di album 999 + 09 itu, sangat asyik untuk dibawa bergoyang.

Tak hanya dangdut, polesan reggae juga terasa sangat tatkala Tere membawakan lagu "Kesepian Kita" yang aslinya harus dinyanyikannya bersama Pas Band. Di antara refrain lagu, band pengiring Tere yang diperkuat kaum hawa; Dilla (drummer), Aci (keyboard), Lulu (gitar), Nina (backing vocal) dan additional player untuk bas yang dimainkan seorang cowok yang dandannya mirip cewek.

Dengan keragaman musik serupa itu, tak ada salahnya untuk change your taste, but don’t change your music, alias selera boleh berubah, tapi musikmu jangan pula diganti. Piss!!! (***)

Foto-foto bisa dilihat di http://maryulismax.multiply.com


Read more!
posted by Maryulis Max @ 4:32 PM   2 comments
Blog Valdisya
Photobucket - Video and Image Hosting

Singgah ke My Baby Blog Klik disini Ngeliat Foto Disya Klik Ini

Tulisan Sebelumnya
Brankas Arsip
Singkap Blog
Mitra Blog

Free Blogger Templates

BLOGGER

BlogFam Community

Free Shoutbox Technology Pioneer

Photobucket

Image hosting by Photobucket

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Linda

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket


Photobucket

AddThis Social Bookmark Button

Sedang Dibaca

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Lihat koleksi buku saya disini

Asal Pengunjung

Copyright © Kumpulan Tulisan & Pemikiran | Editor - Maryulis Max | Disain : Yonaldi