Belum habis air mata atas terbakarnya Istano Basa Pagarayuang karena ditembak petir pada 27 Februari 2007 pukul 19.46 WIB, air mata anak nagari Minangkabau menetes lagi. Alam takambang yang (dulu) jadi guru, kini tak lagi bersahabat. Rangkaian gempa besar akibat pergerakan Patahan Semangko, telah meluluhlantakkan sejumlah daerah di ranah bundo ini. Menangislah, bila air mata masih bersisa.
Bumi berguncang hebat, suara gemuruh membahana, pekikan histeris ketakutan sontak berderu deram seiring rubuhnya berbagai bangunan. Adalah gempa berkekuatan 6,3 Skala Richter (SR) --versi United State Geological Survey (USGS)-- atau 6 SR versi Badan Meteorologi Geofisika (BMG) yang berpusat 10 km barat laut Batusangkar yang jadi pemicunya. Suasana bagaleboh (panik dan mencekam), begitu guncangan hebat ini dirasakan menggetarkan tanah yang dipijak.
Di Padang, warga kota langsung panik dan berlarian ke sana kemari. Ribuan kendaraan langsung memenuhi ruas jalan yang memicu kemacetan besar-besaran di sejumlah lokasi. Mereka ingin menyelamatkan diri dari kemungkinan terjadinya tsunami. Sebagian lagi tetap bertahan di rumah, rumah sakit, gedung perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik lainnya sembari menunggu informasi dan kemungkinan gempa susulan.
Ketidakpastian pusat gempa dan trauma tsunami Aceh, jelas menjadi pemicu kepanikan. Akses informasi putus, HP menjadi tak berguna karena sulit menghubungi dan dihubungi, listrik padam, jalanan macet, tak jelas mau lari kemana, sehingga sebagian memutuskan pasrah menerima kemungkinan terburuk.
Kepanikan berlangsung hampir setengah jam, karena belum adanya informasi pasti soal pusat gempa dan skala kekuatannya. Yang ada di benak warga, gempa besar itu berpusat di laut yang tentu saja bisa memicu munculnya tsunami, mengingat Kota Padang sendiri memang berada di bibir pantai. Maka maklum sajalah, bila semuanya pada lari sejauh mungkin dari bibir pantai menuju ke daerah ketinggian seperti Limau Manih, Indaruang, Gunuang Pangilun, walau pada akhirnya lari itu akhirnya tersandung macet di sana-sini.
Kepanikan berangsur kurang, setelah sejumlah petugas Dinas Kesejahteraan Sosial, Penanggulangan Banjir dan Bencana (DKS-PBB) Kota Padang yang menggunakan mobil rescue hilir mudik menyampaikan informasi pusat dan skala gempa. "Kemungkinan tsunami kecil, karena gempa berpusat di Batusangkar! Jangan panik, tetap waspada," begitu teriak mereka dari corong pengeras suara yang sedikit melegakan warga.
Gempa susulan terus ada dengan guncangan yang lumayan besar. Dari data BMG, sebelum gempa besar itu, sebenarnya sudah ada gempa berkekuatan 5.8 SR pada pukul 08.49 WIB yang berpusat di 19 km selatan Bukittinggi dengan kedalaman 33 km. Disusul gempa berkekuatan 5,3 SR di 285 km barat daya Pariaman dengan kedalaman 427 km. Setelah itu, barulah gempa besar Batusangkar tersebut menghoyak kuat. Disusul gempa-gempa lanjutan berkekuatan 5,3 SR pada pukul 13.13 WIB di 50 km timur laut Payakumbuh, gempa 5,6 SR pada pukul 15.08 WIB di 214 km barat daya Padang, gempa 5,4 SR di 14 km tenggara Bukittinggi pada pukul 17.53 WIB. Hingga malam, pukul 21.23 WIB muncul gempa 5,2 SR di 14 km barat laut Batusangkar dan disusul gempa-gempa kecil lainnya.
Batusangkar menjadi pusat gempa? Sontak ingatan memutar kembali kejadian terbakarnya Istano Basa Pagaruyuang. Sejumlah media sempat memberitakan, terbakarnya istana yang menjadi pusek jalo pumpunan ikan itu menjadi pertanda akan munculnya musibah, bencana, petaka lanjutan di ranah Minang.
Dan petaka itu telah terjadi. Informasi tertanggal 6 Maret 2007, sedikitnya 46 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Dengan rincian 15 orang warga Kabupaten Solok meniggal dunia, Kota Solok (4 orang), Kota Bukittinggi (13 orang), Kabupaten Tanahdatar (6 orang), Kota Payakumbuh (2 orang), Kabupaten Padangpariaman (4 orang), Kota Padang (1 orang) dan Kabupaten Agam (1 orang). Selain itu ratusan bangunan, di antaranya kantor pemeritah, sekolah, tempat ibadah (masjid dan mushalla), rumah warga luluhlantak, dan ribuan bangunan lainnya mengalami rusak berat dan ringan. Bahkan dikabarkan pula dinding Ngarai Sianok di Bukittinggi ikut runtuh, sehingga memunculkan kabut yang menutupi kota wisata itu.
Berakhirkah bencana, musibah, petaka ini? Tidak! Ahli geologi mengingatkan, gempa di Patahan Semangko yang berada dalam segmen patahan dengan panjang lebih kurang 120 km dan lebar 20 km di Sumbar itu akan terus bergerak. Aktivitasnya, memicu aktifnya gunung api yang ada di Sumbar. Tidak hanya itu, berdampak pula pada zona subduksi penujaman pertemuan lempeng di dasar laut, yang sewaktu-waktu bisa saja memicu gempa besar yang menimbulkan tsunami bila berpusat di Samudera Hindia di luar Kepulauan Mentawai yang telah lama lelap tanpa aktivitas.
Masya Allah... Saatnya kita kembali menjadikan alam takambang jadi guru dan mendekatkan diri padaNya. Hanya kepada Allah kita menggantungkan harapan dan kita kembalikan semua urusan. Hasbunallah wa
ni'mal wakil. (***)
Postingan Terkait:
- Sumbar Terancam Bencana
- Tsunami Sebentar Lagi
- Parno Tsunami
- tsunami pangandaran
- Gempa 4,7 SR, Getarkan Padang
- Birokrasi Sialan
- Y O G Y A, May 27
- Walikota yang Takabur
- Gempa Besar Hoyak Nias, Warga Padang Panik
- Buoy TEWS Tiba di Padang
- Alat Deteksi Tsunami Ditemukan Terapung di Tengah Laut
- Gawat, Alat Deteksi Tsunami Dicuri
- Patahan Simangko Bergerak, Padang Dihoyak Gempa