UNTUK kesekian kalinya, pernyataan yang menyiratkan "nada kesombongan" dilontarkan Walikota Padang, Drs H Fauzi Bahar MSi. Katanya, Kota Padang siap menghadapi tsunami.
Pernyataan penuh keoptimisan itu, dilontarkannya tidak sekali dua kali, tapi berkali-kali. Tidak hanya di Kota Padang diumbar, di Jakarta bahkan di Kota Bonn Jerman pun, kalimat yang sama mengalir dari bibirnya yang dihiasi kumis itu.
Terakhir, kalimat itu disampaikannya dalam Lokakarya Nasional VIII Program Mitra Bahari dan Workshop serta TOT (Training of Trainer) Mitigasi Bencana dan Pencemaran Lingkungan di Hotel Nam Center Jakarta, Rabu lalu (17/5). Apa yang disampaikannya itu, lantas menjadi bahan pemberitaan sejumlah media lokal yang sumbernya berasal dari rilis Humas Pemko Padang yang diikutsertakan dalam lokakarya tersebut.
Kata Fauzi, Padang termasuk daerah paling beresiko bila diterjang tsunami. Tanpa peringatan dini dan persiapan evakuasi, diperkirakan 60% penduduk bisa menjadi korban mengingat kepadatan penduduk Padang saat ini di atas 141.000 jiwa per kilometer persegi. Untuk meminimalisir korban yang jatuh, katanya, Pemko Padang telah menyusun rencana penyiapan penduduk Padang menghadapi ancaman bencana tsunami, bila hal itu terjadi. Sebagai bagian dari rencana penyiapan penduduk itu adalah dengan melakukan simulasi tsunami yang telah kita laksanakan beberapa kali, sejak gempa kuat menghoyak Kota Padang pada 10 April 2005 lalu.
"Dengan simulasi itu, saat ini warga Padang telah memiliki persiapan yang cukup baik, bila suatu saat terjadi tsunami. Dan kita bersyukur, kesiapan Kota Padang dalam menghadapi bencana tsunami itu sudah diakui secara nasional dan internasional," tuturnya sebagaimana dilansir
POSMETRO terbitan Kamis (18/5).
Sedangkan pada 26 Maret 2006 lalu, kesiapan Kota Padang ini juga disampaikan Fauzi pada Konferensi Walikota Internasional tentang Peringatan Dini di Kota Bonn Jerman. Kata Walikota Bonn, Ms Barbel Dieckmann, karena Kota Padang dinilai telah berhasil melakukan langkah-langkah antisipasi dalam meningkatkan kesiapan masyarakat menghadapi bahaya tsunami, karena itu Fauzi turut diundang dalam pertemuan tersebut.
Pada kesempatan itu Fauzi mempresentasikan beberapa hal, antara lain kebijakan Pemko Padang yaitu pembangunan sistem evakuasi dan relokasi masyarakat terhadap bencana tsunami, edukasi kepada masyarakat agar paham dan mampu melakukan proses evakuasi pada saat terjadi bencana, membuat kebijakan infrastruktur berwawasan antisipasi bencana, menyusun kurikulum untuk siswa sekolah mengenai tsunami dan meningkatkan moril masyarakat dengan melakukan kegiatan religius seperti doa dan zikir bersama.
Yang jadi persoalan, sejauh mana realitas kesiapan Kota Padang sebagaimana dipaparkan Fauzi itu. Apa benar Kota Padang benar-benar siap diterjang tsunami? Sejauh ini, realitas di tengah warga kota, belum semuanya yang paham dan ngerti mitigasi bencana tsunami ini. Paling yang mereka tahu hanya, lari ke tempat tinggi bila tsunami terjadi. Untuk yang satu ini mah, sudah terinternalisasikan kepada setiap makhluk hidup yang bernama manusia, dia harus kabur kalau keselamatannya terancam. Itu terbukti dari setiap gempa terjadi, warga Kota Padang ke luar dari rumah dan bahkan kabur ke daerah ketinggian begitu mendengar isu tsunami akan terjadi. Jadi bukan sebagai bagian dari keberhasilan Pemko dalam melakukan sosialisasi.
Untuk infrastruktur, sejauh ini belum jelas bagaimana sistem dan prosedur peringatan dini akan diterapkan. Kendati BUOY TEWS -- alat pemantau tsunami yang dipasang di tengah lautan-- telah ada di laut lepas barat Sumatera, itu pun bukan jaminan. Tidak diketahui dengan detail, bagaimana langkah lanjutan yang akan dilakukan bila BUOY TEWS memberi sinyal akan terjadi tsunami. Apakah akan ada sirine meraung-raung, kentongan bertalu-talu, atau ada pengumuman dari pengeras suara, semuanya belum jelas benar!
Tempat evakuasi yang memadai pun belum ditentukan. Paling selama ini yang kerap dijadikan lokasi evakuasi pada setiap simulasi tsunami adalah bukit Gunung Pangilun yang daya tampungnya terbatas. Itupun lokasinya, hanya bisa dituju warga yang berdomisili di Belanti, Alai, Lapai, Gunung Pangilun dan sekitarnya. Yang berada di pesisir pantai mau lari kemana? Tidak jelas!
Belum lagi keseriusan dalam membuat jalur evakuasi dengan melakukan pelebaran jalan yang menuju ke daerah yang tinggi seperti jalan di Ampang dan Siteba yang hingga kini belum juga dikerjakan. Tak terbayangkan, bagaimana macetnya jalan sempit yang tembus ke By Pass itu, bila memang air bah tersebut akan menerjang Padang.
Untuk meyakinkan bahwa Pemko komit dalam menginformasikan bencana gempa dan tsunami yang terjadi, diiklankan pula di Harian Singgalang, sejumlah nomor telepon yang harus dihubungi warga bila ingin mengetahui info gempa yang terjadi. Kenyataannya, setiap gempa menghoyak Padang, dari beberapa nomor yang dikontak, banyak yang tidak aktif. Kalau pun bisa dihubungi, data yang diberikan tidak pula valid. Membingungkan.
Nah wajar bila warga Kota Padang meragukan dan menganggap alikotanya takabur dalam menyikapi bencana gempa disertai tsunami yang pasti akan terjadi --walau waktunya tidak diketahui pasti.
Sejarah mencatat, gempa di Mentawai pada tahun 1833 berkekuatan 9 skala Richter telah turut meluluhlantakkan Padang ketika itu. Periode pengulangan gempa di wilayah ini menurut penelitian yang dilakukan LIPI selama hampir 10 tahun lalu, memiliki periode pengulangan sekitar 200 tahun.
Gempa yang berpusat di sekitar Mentawai akan menimbulkan tsunami yang bakal menerjang ibukota Sumatera Barat ini, kata Dr Danny Hilman Natawijaya (43), peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam waktu 10 menit setelah gempa terjadi. Ancaman gempa besar dan tsunami di pantai barat Sumatera ini, menurutnya bukan hanya datang dari pulau-pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan, tapi juga pulau lain di gugusan Kepulauan Mentawai, yaitu Pulau Sipora yang terguncang gempa tahun 1600-an dan Siberut tahun 1797.
Menakutkan memang. Tapi kenapa justru seorang walikota menggembar-gemborkan kesiapannya yang realitasnya belum amat sangat dilihat, didengar dan dirasakan warganya.
Maka wajar muncul sebuah SMS dari +628126619768 yang berbunyi.. "Judul berita Posmetro Kamis 18 Mei 2006 hal 5 "KOTA PADANG SIAP HADAPI TSUNAMI" terkesan takabur. Foto walikota juga terkesan anggap enteng tsunami. Kuasa tuhan ndak ada yang bisa menghadapi. Jangan sampai tsunami benar-benar datang. Yang baik itu "PADANG BERUSAHA ANTISIPASI TSUNAMI" Astaghfirullah alazim".(***)