ASTAGHFIRULLAH. Ibarat pepatah, "alah jatuah tatimpo tangga pulo". Demikian yang terjadi pada saudara kita di Yogya dan sekitarnya. Betapa pedihnya penderitaan mereka. Tak hanya karena ulah alam, mereka pun harus menghadapi ulah pemerintah yang masih saja belum berubah. BIROKRASI SIALAN!!!
Soal ini, semua kita tahu. Baik dari membaca koran maupun menonton televisi. Ternyata, kondisinya memang jauh lebih parah dari itu.
Saya sempat chatting sama Mbak Fanya Ardianto dan Mbak Yuni Ambarwati, soal kondisi terkini di Yogya. Kata mereka, korban gempa yang masih hidup kini sangat kelaparan. Busyetnya, untuk mendapatkan bantuan harus melengkapi persyaratan. Salah satunya KTP dan Kartu Keluarga. Apa mesti mereka membongkar habis reruntuhan rumah mereka guna mencari KTP dan KK itu? Wong pemerintah saja, sampai kini belum berhasil membersihkan puing-puing yang berserakan tersebut.
Di satu sisi, njelimetnya aparatur pemerintahan dalam menerapkan persyaratan tersebut, bisa jadi karena kekhawatiran mereka tidak meratanya bantuan yang diberikan atau takut ada korban gempa yang akan berkali-kali mengambil bantuan. Naif. Di saat kondisi tak menentu seperti ini, masih saja berpikiran serupa itu. Maka wajar bila para korban mulai beringas, karena mereka lapar.
Kalau memang pemerintah serius untuk menangani korban gempa ini, sudah saatnya mereka berganti paradigma. Meminjam istilah Mas Kere Kemplu, jangan lagi pertahankan Trisila Birokrasi: "kalau bisa lama kenapa mesti cepat, kalau bisa mahal kenapa harus murah, kalau bisa susah kenapa kudu dibikin gampang ..."
Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah --yang sudah babak belur sejak dulu--, dipertaruhkan di sini. Sudah saatnya memperbaiki diri bangsa(t)ku!!!
|