JUDUL di atas saya buat bukan untuk menakut-nakuti warga Sumbar dan bukan pula karena saya ingin menjadi peramal. Cukuplah Mama Lorenz dan kolega sejawatnya, yang meramal hal-hal seperti ini, sementara saya biarlah menganalisa sebatas pengetahuan yang saya miliki.
Tsunami sebentar lagi, saya hanya mengingatkan bahwa 2 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004 telah terjadi bencana paling besar di zaman modern ini. Kita ingat betapa banyak korban nyawa bergelimpangan tidak hanya di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, tapi juga ke belahan dunia lain, yang sebelumnya tak pernah menduga peristiwa dahsyat ini akan menimpanya. Sehingga tercatatlah peristiwa itu sebagai bencana alam paling kelabu yang menelan paling banyak korban manusia sejak dunia ini ada.
Dan itu patut kita ingat, beberapa hari lagi, 26 Desember akan kembali nongol di kalender penunjuk waktu kita, untuk memberi ingat terhadap tragedi kemanusiaan yang akhirnya mempersatukan berbagai bangsa di dunia untuk bahu-membahu membantu para korbannya. Tak ada lagi batas ras, suku, bangsa dan agama, semua dipersatukan atas nama kemanusiaan.
Dan atas nama kemanusiaan pula, kita patut mengapresiasi penuh sejumlah ahli, peneliti kegempaan dan geologi se-dunia yang mau memberikan kontribusi pemikirannya bagaimana menghadapi bencana serupa yang pasti akan terjadi, walau tak pernah diketahui kapan waktunya, dan di mana episentrumnya. Dan sumbangsih itu, sebenarnya telah mereka berikan pula ke kita, rakyat Sumatera Barat dalam bentuk-bentuk rekomendasi yang patut segera dilakukan mengingat kita berada di daerah rawan bencana.
Pernahkah kita tahu, bahwa pada 28 Agustus 2005 lalu, telah lahir Declaration of Participants in The International Confrence on The Sumatran Earthquake Challenge (Deklarasi Konfrensi Internasional Ancaman Gempabumi Sumatera)? Konfrensi internasional kegempaan pertama kali yang dilaksanakan di Padang, 24-28 Agustus 2005 itu, sudah memberi ingat dan rekomendasi kepada kita untuk mengambil langkah cepat mengantisipasi kehadiran gelombang besar yang bakal meluluhlantakkan negeri elok dan rancak ini.
Peserta International Meeting on The Sumatran Earthquake Challenge itu telah mengingatkan bahwa "preliminary calculations suggest that hundreds of thousands of people would be severely affected by a future giant earthquake and tsunami in West Sumatra and Bengkulu provinces" (perhitungan-perhitungan dini menyatakan bahwa ratusan ribu jiwa penduduk berada dalam ancaman gempabumi raksasa dan tsunami pada masa yang akan datang di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu). Kata mereka, bukti-bukti ilmiah secara meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa tersebut di masa datang sungguh akan terjadi dalam masa seumur hidup generasi muda hari ini. Mengingat gempabumi besar yang telah terjadi dengan siklus pengulangan setiap kisaran periode 2 abad dan peristiwa yang terakhir terjadi pada 172 tahun dan 208 tahun lalu, yaitu gempabumi besar yang pernah melanda Kepulauan Mentawai, sisi pantai barat Sumbar dan Bengkulu pada tahun 1797 dan 1833.
"It is very unlikely that any valid prediction will be more specific than this, but we are hopeful that in the long term there will be improvements in forecasting the timing and nature of future large arthquake" (Sangat tidak mungkin ada prediksi lain yang lebih baik yang diakui dan lebih spesifik dibanding prediksi ini. Tapi kita sangat berharap untuk jangka panjang, bahwa di masa datang akan ada peningkatan kemampuan dan perhitungan perkiraan/prediksi waktu dan perilaku gempabumi besar yang akan terjadi masa depan).
Secara spesifik, prediksi mereka bagaimana? Katanya, pengukuran-pengukuran secara ilmiah menunjukkan bahwa akumulasi/penumpukan tegangan yang berlangsung saat ini akan memuncak ketika gempabumi besar Sumbar terjadi. Ketika itu terjadi, Kepulauan Mentawai akan mengalami peristiwa yang sama yang dialami Pulau Nias dan Pulau Simeulue baru-baru ini. Kepulauan Mentawai akan naik setinggi 1 meter atau lebih, daratan pesisir pantai Sumbar dan Bengkulu akan turun sedalam lebih kurang 1,5 meter. Peristiwa tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan permanen posisi garis pantai yang dapat merusak infrastruktur, dan berdampak buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.Nah, lho...
Dan mereka pun mengingatkan, "it is important that Sumatrans not neglect the risks posed by their other great fault, The Sumatran Fault, which runs through the mountains, from Semangko Bay to Banda Aceh" (Adalah penting bahwa masyarakat Sumatera jangan mengabaikan resiko yang ditimbulkan oleh patahan besar lainnya, yaitu Sesar Sumatera (Patahan Semangko-red), yang melintas sepanjang jalur pegunungan (Bukit Barisan-red) mulai dari Teluk Semangko sampai ke Banda Aceh.
Fakta telah menunjukkan, Patahan Semangko ini kembali aktif serta mulai mengincar dan makan korban!!! Pertama kali terjadi pada 1 Desember 2006 lalu, sekitar pukul 10.58 WIB berkekuatan 6,3 SR yang berpusat di 17 km utara Tebing Tinggi, Sumut dengan kedalaman 200 km. Selanjutnya, 18 Desember 2006, gempa berkekuatan 5,6 SR kedalaman 33 km di darat 98 km tenggara Panyabungan pukul 04.39 WIB dan di waktu yang sama gempa 5,7 SR kedalaman 53 km yang berpusat di darat 30 km di lokasi yang sama pula yang mengakibatkan korban meninggal 4 orang, 50 orang luka-luka, 160 rumah rusak, dan putusnya jalan Medan-Padang.Lalu diteruskan pula beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 08.24 WIB berkekuatan 5,5 SR kedalaman 33 km di darat 39 km Utara Muara Sipongi dan pukul 14.50 WIB gempa 3,8 SR kedalaman 20 km di darat 20 km Utara Kota Padang atau tepatnya Sungai Buluh, Batang Anai, Kabupaten
Padangpariaman.
Prediksi pergerakan Sesar Semangko telah terjadi, kini tinggal acaman besar gempabumi raksasa yang disertai tsunami. Sudah siapkah kita? Cukupkah hanya dengan pelatihan dan simulasi tsunami saja untuk menyelamatkan warga di sini? Tidak!!!
Banyak kerja masih terbengkalai dan patut dikebut, sebelum ribuan nyawa akan tercabut...
Hanya kepada Allah kita menggantungkan harapan dan kita kembalikan semua urusan. Hasbunallah wa ni'mal wakil.(***)