Walikota Padang, Drs H Fauzi Bahar MSi akhirnya terpilih sebagai Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Padang dalam Musda yang digelar 10-11 Juni lalu. Kemenangannya ini sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya
oleh berbagai kalangan, mengingat begitu bernafsunya dia memimpin partai berlambang matahari terbit itu.
Itu wajar, mengingat PAN adalah salah satu partai yang punya perolehan suara cukup signifikan di Kota Padang dan berhak mencalonkan walikota-wakil walikota pada Pilkada Kota Padang yang digelar pada akhir 2008 mendatang. Dengan "menguasai" PAN, maka lempanglah jalan Fauzi untuk maju kembali sebagai orang nomor satu di kota bingkuang ini.
Terpilihnya Fauzi, menyisakan kehakwatiran bagi kelangsungan peran Fraksi PAN di DPRD Padang. Kekritisan wakil rakyat dari fraksi itu selama ini terhadap kebijakan yang dijalankan Pemko, diyakini bakal lenyap. Gimana mo ngritik, wong Wakonya boss sendiri...
Pengalaman sudah membuktikan serupa itu. Ingat, ketika Soeharto jadi presiden, dia di-back up Golkar, Gus Dur didukung habis-habisan oleh PKB, Megawati dibela mati-matian oleh PDI-P dan kini Partai Demokrat masang badan buat SBY. Dan wajar bila Fauzi bakal dijaga dan dibela --meminjam jargon yang bersangkutan-- oleh PAN. "Right or wrong, dia tuh boss gw!!!" bela mereka.
Dampaknya, bisa jadi kehidupan berlegislasi di DPRD Padang makin ramai. Karena fraksi lain dipastikan memosisikan diri sebagai oposisi dan berhadapan dengan F-PAN. Sebuah demokrasi yang wajar. Namun patut diingat, sedapatnya F-PAN harus berpegang teguh pada filosofi Minangkabau, "tibo di paruik ndak dikampihan an, tibo di mato ndak dipiciang an" (tiba di perut tak dikempiskan, tiba di mata tak dipejamkan). Atau kerennya, katakan salah itu salah, walaupun menyakitkan!!
Apakah bisa? Hanya waktu yang kan menjawabnya. Jika F-PAN tak bisa mereposisi diri sebagai reformis yang siap mengkritik dan dikritik, maka tunggu saja PAN bakal ditinggal konstituennya. (***)