BAGI yang pernah ke Kota Padang atau warga Kota Padang sendiri, pasti akan kaget membaca berita yang dimuat media massa lokal pada Selasa, 7 Februari 2006 lalu. Mungkin, yang mengerti persoalan dan sadar realitas sosial akan tersenyum simpul untuk menahan pecahnya tawa, setelah membaca berita itu.
Apa pasal? Pemerintah pusat melalui Menteri Perhubungan RI akan menganugerahkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN). Sebuah penghargaan dalam bidang ketertiban lalulintas. Atau dalam bahasa Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang, Yurnalis Idrus SH, penghargaan WTN merupakan lambang supremasi keberhasilan pemerintah kota dalam mengatur jalur transportasi lalulintas. Penghargaan ini merupakan yang keempat kalinya diraih Kota Padang sejak tahun 2001, 2002 dan 2003. Pada tahun 2004, Kota Padang gagal mempertahankan piala WTN dan hanya mampu meraih penghargaan berupa piagam.
Disinilah lucunya. Bagaimana bisa dan kenapa pantas sebuah kota seperti Kota Padang ini bisa mendapat penghargaan serupa itu. Realitas yang terjadi, sejumlah kawasan masih macet dan belum akan ada perubahannya dalam waktu dekat ini. Seperti Jalan Pemuda (depan Plasa Andalas), Jalan Samudera, Jalan Bundo Kanduang, Jalan Bagindo Aziz Chan, Jalan Proklamasi dan yang lebih dahsyat di Jalan M Yamin, Jalan Pasar Baru dan Jalan Hiligoo yang berada di kawasan Pasar Raya. Macet di kawasan itu, bersifat permanen. Belum lagi macet temporer seperti di Jalan Perintis Kemerdekaan hingga kawasan Siteba, Jalan Hamka (terutama depan Minang Plaza dan di simpang Cenderawasih) dan jalan arteri serta jalan kolektor (penghubung) lainnya yang ada di kota ini, yang biasanya macet di pagi hari, siang dan sore.
Itu baru kondisi jalannya, belum lagi parameter lainnya. Seperti, sampai saat ini Kota Padang belum punya terminal angkutan pasca dialihfungsikannya terminal angkutan umum (Terminal Goan Hoat) menjadi pasar modern yang hingga kini belum selesai pengerjaan bangunannya. Entah bagaimana kondisinya nanti apabila pasar modern ini beroperasi. Bisa dibayangkan betapa macetnya Jalan M Yamin, lokasi dimana pasar modern itu berdiri. Padahal sekarang saja, macetnya minta ampuuunnn....
Sudahlah begitu, terminal bayangan pasca "dilenyapkannya" Terminal Lintas Andalas dan difungsikannya Terminal Regional Bingkuang (TRB), semakin menjadi-jadi. Bus AKDP ngetem di sejumlah titik yang ada di Kota Padang, seperti Gauang, Lubuk Begalung, dan di utara kota. Ditambah pula meruyaknya travel liar yang hadir menjawab kebutuhan masyarakat yang ingin cepat, tepat dan ligat sampai di tujuannya, ketimbang bersusah payah menunggu bus di TRB ataupun di terminal bayangan.
Selain itu, menyangkut budaya. Hampir sebagian besar warga Kota Padang khususnya supir Angkot dan pemilik sepeda motor (serta beberapa pengendara roda empat), bukanlah orang yang tertib berlalu lintas. Rambu ditabrak, traffic light di-cuekin, ngebut jalan terus. Kalau ditelisik lagi, mereka banyak yang tidak melengkapi diri dengan kartu administrasi semacam SIM dan STNK. Belum lagi kondisi kendaraannya yang kebanyakan trondol karena dipreteli sana-sini. Yang tak mau kalah berbuat salah adalah kusir bendi dan pejalan kaki. Mereka seenak perutnya nyelonong, tanpa memikirkan keselamatannya. "Tabrak saja kalau berani.., yang salah pasti punya kendaraan," begitu mungkin pikiran mereka.
Sementara menyangkut sarana dan prasarana jalan, juga masih ada kekurangannya. Di beberapa titik ruas jalan, masih ditemukan lubang jalanan. Kalaupun ditutupi, cuma sebatas tambal sulam, sehingga jalan menjadi tidak rata dan malah mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Belum lagi traffic light-nya yang kadang banyak matinya ketimbang nyala. Kalau sudah begitu, pemilik kendaraan saling berebut dan saling mendahului untuk lalu di jalan itu.
Itu baru gambaran secara umum kondisi Kota Padang terkini. Tapi kenapa tetap saja pemerintah pusat memberi WTN? Dagelankah atau memang tidak ada kota lain yang lebih baik dari Kota Padang. Kalau memang begitu kondisinya, wajarlah Kota Padang dapat WTN...Selamatlah.... (***) * Tulisan ini pernah dimuat di POSMETRO PADANG edisi 9 Januari 2006. |